"Berbagai isu dan polemik yang bisa melemahkan organisasi harus diwaspadai dan disikapi dengan cara tertib dan taat pada jalur komando serta arahan sikap dari pimpinan tertinggi organisasi, dalam hal ini PBNU," kata Rais Aam dalam Haul Muassis NU di Gresik, Jawa Timur, Ahad.
Kiai Miftah yang juga pengasuh PP. Miftachussunnah, Kedungtarukan Surabaya, menegaskan bahwa organisasi yang besar tapi tidak tertib itu bisa dilumpuhkan oleh organisasi kecil yang tertib.
"NU itu besar, bahkan yang terbesar di dunia, tapi NU yang besar itu tidak ada artinya kalau tidak tertib atau patuh dalam kepemimpinan dan peraturan," katanya.
Kiai Miftah juga menyinggung tentang polemik nasab yang bikin gaduh, padahal cuma dihembuskan segelintir orang. Masalah ini sudah bukan soal dzurriyah Ba'alawi melawan dzurriyah Walisongo, tapi arahnya sudah ke jamaah NU.
"Gangguan sudah sudah nyata, bukan dzon lagi, tapi jelas dialamatkan kepada NU dan bertubi-tubi. Hati-hati, itu pola Wahabi," ujar Kiai Miftah.
Kiai Miftah kembali mengingatkan NU itu memuliakan orang bukan karena nasab atau garis keturunan, suku, etnis tetapi keilmuan, kebaikan, dan ketakwaan seseorang.
Karena itu, jamaah dan pengurus NU hendaknya bijak menyikapi fenomena 'kebesaran' NU itu dengan mengembalikan kepada peraturan organisasi seperti AD/ART, Perkum NU, dan tertib dalam komando kepemimpinan.
"Organisasi sebesar NU itu sudah pasti memutuskan dengan musyawarah lengkap syuriah-tanfidziyah dan kembali pada aturan main yang ada," ucapnya.
Sementara itu, Ketua PCNU Jombang KH. Fahmi Amrullah Hadzik menambahkan pentingnya pola berorganisasi yang merujuk pada muassis atau pendiri NU.
"Jadi, mengurus NU itu jangan karena jadi pengurus atau tidak, tapi mengurus NU itu karena takdzim kepada muassis NU. Bisa saja kita berbeda dengan pengurus NU, tapi jangan fokus pada orang atau oknum, tapi kepada NU dan para muassis. Kita lihat Hadratussyeikh KHM Hasyim Asy'ari," kata Gus Fahmi yang juga Dewan Pengasuh PP Tebuireng Jombang, dan mewakili Plt Ketua PWNU Jatim KH. Abdul Hakim.
Ia menambahkan kepemimpinan dalam organisasi juga harus menyatukan, bukan menyeragamkan. "Kalau seragam itu tidak mungkin karena pasti beda, tapi bagaimana menyatukan dalam kebersamaan atau kepentingan bersama," tutur dia.
Dalam kesempatan itu, KH. Asep Saifuddin Halim (putra KH Abdul Halim Leuwimunding), menambahkan ada 65-an Muassis NU, namun baru tiga muassis yang digelari Pahlawan Nasional yakni KHM Hasyim Asy’ari, KH Wahab Chasbullah, dan ayahandanya.
“Anggota Dewan Gelar Nasional menyatakan semua muassis NU berhak menjadi Pahlawan Nasional,” katanya dalam Haul Muassis NU yang juga ditandai dengan peluncuran buku “Minal Muktamar Ilal Muktamar” karya KHM Hasyim Asy’ari.
Dalam kesempatan itu, KH. Asep Saifuddin Halim (putra KH Abdul Halim Leuwimunding), menambahkan ada 65-an Muassis NU, namun baru tiga muassis yang digelari Pahlawan Nasional yakni KHM Hasyim Asy’ari, KH Wahab Chasbullah, dan ayahandanya.
“Anggota Dewan Gelar Nasional menyatakan semua muassis NU berhak menjadi Pahlawan Nasional,” katanya dalam Haul Muassis NU yang juga ditandai dengan peluncuran buku “Minal Muktamar Ilal Muktamar” karya KHM Hasyim Asy’ari.