"Gagasan tersebut dimaksudkan untuk merespons wacana penguatan fungsi legislasi, sekaligus menyempurnakan dan memperkuat sistem bernegara sesuai cita-cita para pendiri bangsa," kata LaNyalla dalam ujian kualifikasi disertasi bertema "Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dari Unsur Non Partai Politik (Independen)".
Hal itu seiring dengan menguatnya keinginan agar bangsa ini kembali kepada UUD 1945 naskah asli. Oleh karenanya, perlu terobosan dalam rangka memperkuat kedaulatan rakyat di Indonesia.
Didampingi pembimbing akademiknya, LaNyalla diuji oleh tim penguji, di antaranya Prof Dr Muhammad Nafik Hadi Ryandono, Prof Dr Suparto Wijoyo, Prof Dr Mas Rahmah, Prof Dr Rudi Purwono, Dr Radian Salman, Dr Sri Winarsi, dan Dr Sukardi.
Ketua DPD RI menyebut penelitiannya berangkat dari implementasi prinsip kedaulatan rakyat, sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945, dimana disebutkan jika prinsip kedaulatan salah satunya diterapkan dalam bentuk kedaulatan perwakilan untuk memilih perwakilan-perwakilan rakyat melalui proses Pemilu.
"Selain itu, pengisian lembaga perwakilan merupakan refleksi dari prinsip demokrasi, yang berarti rakyat berkuasa (government of rule by the people). Dengan kata lain, secara spesifik hal itu adalah demokrasi perwakilan," papar LaNyalla.
Proposal penelitian LaNyalla menarik perhatian dosen pengujinya. Salah satunya seperti disampaikan oleh Prof Dr Suparto Wijoyo. Ia meminta Senator asal Jawa Timur itu untuk menjelaskan lebih detail perihal awal mula gagasan tersebut didapat LaNyalla.
"Kok bisa punya gagasan anggota DPR RI non-partai politik atau jalur independen seperti ini. Coba dijelaskan sedikit latar belakang idenya," kata Prof. Suparto.
LaNyalla pun menjelaskan awal mulanya ketika ia mendorong agar bangsa ini kembali kepada UUD 1945 naskah asli.
Saat gagasan itu diwacanakan, LaNyalla menyebut muncul pertanyaan dari anggota DPD RI tentang eksistensi lembaga mereka.
"Saat itu muncul pertanyaan, kalau kita kembali kepada UUD 1945 naskah asli, Lembaga DPD RI ini bubar?" kata LaNyalla menirukan pertanyaan anggotanya saat itu.
LaNyalla tak menampik hal itu. Kembali kepada UUD 1945 naskah asli, Lembaga DPD RI akan bubar. Maka, muncul gagasan agar DPD RI berada satu kamar dengan DPR RI, sekaligus sebagai upaya memperkuat Lembaga DPD RI itu sendiri.
"DPD RI sebagai peserta pemilu perseorangan, itu dipilih langsung oleh rakyat. Sama dengan DPR RI. Suaranya lebih besar dari perolehan DPR RI. Tetapi soal kewenangan, DPD RI lebih kecil dibanding DPR RI," ujar LaNyalla seraya menambahkan bahwa produk UU yang secara hukum mengikat seluruh rakyat Indonesia hanya diputuskan oleh anggota DPR yang notabene partai politik saja.
"Sangat tidak adil dan tidak meaningful bila hanya dikuasai partai politik. Padahal, UU itu memaksa seluruh rakyat Indonesia untuk tunduk dan patuh. Kenapa hanya di tangan partai politik?” tambahnya.
Selanjutnya, menjawab pertanyaan Dr Sri Winarsi dan Prof Dr Rudi Purwono tentang komparasi model yang diteliti di negara lain dan nama fraksi jika nantinya DPD RI satu kamar dengan DPR RI, LaNyalla menegaskan jika konsep tersebut telah diterapkan di beberapa negara dunia.
"Sudah ada 12 negara di Uni Eropa dan tahun lalu, April 2023, Afrika Selatan mengadopsi sistem tersebut. Mengenai nama fraksi, saat saya presentasikan konsep ini ke anggota DPD RI sempat terjadi perdebatan, apa nama fraksinya. Menurut saya silakan saja, apapun nama fraksinya silakan. Mau fraksi perseorangan, atau fraksi non-partai, itu teknis nanti. Tetapi, hakikatnya ada people representative dan ada political representative yaitu unsur partai politik," ujar LaNyalla.
Prof Dr Mas Rahmah menjelaskan jika banyak pihak menilai DPD RI bukan elemen yang penting, bahkan hanya hiasan demokrasi belaka. Sebagai Ketua DPD RI, ia juga meminta LaNyalla mengkajinya dalam konteks yuridis-empiris dan sosio-legal.
Prof Dr Mas Rahmah menjelaskan jika banyak pihak menilai DPD RI bukan elemen yang penting, bahkan hanya hiasan demokrasi belaka. Sebagai Ketua DPD RI, ia juga meminta LaNyalla mengkajinya dalam konteks yuridis-empiris dan sosio-legal.
Dr Radian Salman meminta agar LaNyalla dalam penelitiannya nanti berbagi pengalaman implementasi yang sudah dilakukan dan evaluasinya.
Dr Sukardi yang meminta LaNyalla dalam penelitiannya nanti juga menjelaskan pentingnya anggota DPR RI dari unsur non-partai politik sangat penting dalam penyelenggaraan negara.
Sementara Prof Dr Muhammad Nafik Hadi Ryandono menekankan agar Ketua DPD RI menyinggung latar belakang monokameral yang relevan dengan temuan kebijakan dari topik penelitian.
Setelah menerima masukan tersebut, selanjutnya tim penguji menyatakan Ketua DPD RI dinyatakan lulus dan sudah boleh menggunakan titel Doktor (cand).
"Kami ucapkan selamat kepada peneliti. Karena sudah lulus kualifikasi, maka selanjutnya peneliti sudah boleh menggunakan gelar Doktor (cand)," kata Prof. Nafik.
Ketua DPD RI pun mengucapkan terima kasih kepada tim penguji dan berharap hasil penelitiannya dapat berguna bagi pembangunan dan proses demokratisasi bangsa Indonesia ke depan.