Rapat Dengar Pendapat DPRD Surabaya Kisruh
Kamis, 15 September 2011 19:23 WIB
Surabaya - Rapat dengar pendapat di ruang Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Surabaya, Kamis, dengan agenda membahas pembongkaran gedung balai RW di Perumahan Pondok Benowo, Kecamatan Pakal, berlangsung kisruh.
Kekisruhan dipicu terjadinya adu mulut antara Kepala Bagian Pemerintahan Pemerintah Kota Surabaya Irvan Widiyanto dengan Ketua Komisi C DPRD Surabaya Sachiroel Alim.
Peristiwa itu berawal dari permintaan Irvan Widiyanto kepada anggota Komisi C untuk ikut turun menemui warga Perumahan Pondok Benowo, sehingga bisa mengetahui langsung kondisi di lapangan.
"Saya minta dalam waktu dekat ini anggota Komisi C juga ikut turun ke masyarakat sebelum balai RW itu dibongkar," kata Irvan.
Balai RW yang didirikan pada 2010 itu, sudah mendapat persetujuan dari warga untuk dibongkar, tetapi hanya satu warga, yakni istri dari Wiji yang tidak menghendakinya.
Karena masih penolakan dari satu warga, Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya Simon Lekatompessy meminta pemkot melalui Kabag Pemerintahan tetap membongkar bangunan balai RW dalam waktu sepekan ini. Namun, Irvan minta diberi waktu satu bulan.
Simon tidak bersedia menuruti permintaan Irvan dan memberi tambahan waktu paling lambat dua pekan untuk membongkar balai RW.
Ketua Komisi C Sachiroel Alim menghentikan perdebatan Simon dengan Irvan. Kemudian ia mengancam atas ketidaksukaannya terhadap permintaan Irvan, bahwa anggota dewan diminta ikut menemui warga juga.
"Kalau bapak seperti itu, saya minta bapak dievaluasi," ujarnya dengan nada tinggi.
Irvan yang mendengar ancaman Alim langsung menanggapinya. "Evaluasi apa pak. Apa hubungannya?" jawab Irvan.
Alim menjelaskan bahwa yang dievaluasi adalah perilaku Irvan. "Evaluasi seperti itu apa? Silakan kalau dievaluasi," tantang Irvan.
Wakil Ketua RW XI Perumahan Pondok Benowo Indah, Turmudi, mengatakan, akan sulit jika gedung balai RW itu dibongkar sebab pembangunan itu sudah mendapat persetujuan dari 245 warga.
Hanya ada lima warga yang tidak setuju, namun setelah mendapat pengertian dari pengurus, sekarang tinggal satu warga.
"Kami mencoba untuk mengajak bicara lagi. Semoga sebelum dua pekan ini dia menyetujuinya. Kalau pak Wiji sudah setuju," kata Turmudi.
Turmudi mengatakan, keluarga Wiji sebenarnya sudah mengetahui bahwa garasi yang dibangun di sebelah rumahnya adalah jalan, padahal di depan garansi itu adalah lahan fasilitas umum. "Warga punya hak atas fasum itu," katanya.
Untuk itu, Turmudi meminta anggota dewan turun ke lapangan agar tahu kondisi sebenarnya. Nantinya, anggota dewan akan berubah pikiran karena di fasum itu, sebagian kena bangunan rumahnya dan ditanami tanaman seakan miliknya.