Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menuturkan jenis plastik yang dihentikan tersebut, di antaranya styrofoam untuk kemasan makanan, alat makan plastik sekali pakai, sedotan plastik, kantong belanja plastik, kemasan multilayer, maupun kemasan berukuran kecil.
"Hal ini sebagai upaya mengatasi sampah dari kemasan yang sulit dikumpulkan, tidak bernilai ekonomis, sulit didaur ulang, dan menghindari potensi cemara dari kemasan berbahan polivinil klorida dan polistirena," ujarnya di Jakarta, Senin.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan target nasional pengurangan sampah sebanyak 30 persen dan penanganan sampah sebanyak 70 persen pada tahun 2025 mendatang.
Menteri Siti menuturkan Kementerian LHK terus mendorong pemerintah daerah untuk memiliki kebijakan dan strategi penanganan sampah mulai dari sumber sampah hingga ke pemrosesan akhir sampah.
Baca juga: Siti Nurbaya serukan perjuangan melawan polusi sampah plastik
Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional milik Kementerian LHK, pada tahun 2022, Indonesia menghasilkan sekitar 68,5 juta ton sampah dan sekitar 18,5 persen dari volume sampah tersebut berupa sampah plastik.
Pemerintah telah melakukan berbagai pengaturan untuk mengatasi masalah sampah plastik di Indonesia, di antaranya menerbitkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga, serta Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2020 tentang pengelolaan sampah spesifik.
Berbagai regulasi turunan yang mengatur penanganan sampah mulai dari Hulu sampai hilir juga diterapkan baik kepada produsen, masyarakat umum, maupun kepada pemerintah daerah.
Dalam konteks pengurangan sampah oleh produsen, pemerintah mewajibkan produsen mengelola kemasan yang diproduksinya yang tidak dapat terurai atau sulit terurai oleh proses alami. Aturan itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008.
Produsen yang bergerak dalam sektor manufaktur, ritel, jasa makanan dan minuman juga wajib melakukan pengurangan sampah yang bersumber dari produk kemasan melalui pendekatan reduce, reuse, dan recycle. Implementasi pengurangan sampah tersebut dilakukan secara bertahap.
Kementerian LHK menargetkan produsen agar mampu mengurangi sampah kemasan sebesar 30 persen pada tahun 2029, sehingga hal ini dapat mendorong tumbuhnya bisnis berkelanjutan dan ekonomi sirkuler di Indonesia.