Surabaya (ANTARA) - Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyebut ada 34 rumah padat karya yang diprioritaskan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pemberdayaan UMKM telah didirikan di 14 kecamatan di wilayah setempat.
"Hingga kini, sebanyak 2.822 warga miskin dan pra miskin, telah dilibatkan dalam program Padat Karya, dengan penghasilan tertinggi mencapai Rp4.463.000 per orang per bulan," katanya dalam keterangan tertulisnya di Surabaya, Jumat.
Menurut dia, program Padat Karya dijalankan dengan memanfaatkan aset Pemerintah Kota Surabaya dengan memprioritaskan para pekerja dari keluarga miskin yang belum bekerja. Harapannya produk dari program padat karya dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh pemkot, untuk tujuan pembangunan Kota Surabaya.
Ia menjelaskan, program padat karya binaan Pemkot Surabaya berbentuk kafe, Sentra Menjahit, laundry, cuci kendaraan, perbaikan Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu), Budi Daya Pertanian dan Peternakan, Rumah Maggot hingga Pembuatan Paving.
"Ada testimoni warga meningkatkan pendapatan dengan bekerja lewat padat karya. Awalnya Rp500 ribu menjadi Rp4 juta, bahkan penghasilan membuat paving mencapai Rp5 juta-Rp6 juta," ucap Cak Eri, sapaan akrabnya.
Oleh sebab itu, kata dia, Pemkot Surabaya mengundang penerima Program Gamis (Keluarga Miskin), yang kini telah bergabung dengan program Padat Karya di antaranya
Salah satu penjahit UMKM Benang Emas dari Koperasi Sumber Mulia, Dewi Munir menyampaikan, terima kasih kepada Pemkot Surabaya yang telah memberikan banyak peluang pendapatan melalui program padat karya.
Ia tidak menyangka, dengan mengikuti program padat karya, kini ia bisa mendapat Rp4 juta lebih per bulan.
"Alhamdulillah saya bisa terlepas dari data Keluarga miskin karena ikut program binaan Pemkot Surabaya," katanya.
Senada dengan itu, Syaiful Anas warga Kelurahan Ploso, Kecamatan Tambaksari, Surabaya mengaku bahwa sebelumnya mengikuti program Padat Karya terpaksa menutup usaha warungnya akibat pandemi COVID-19.
Kini, setelah mengikuti program tersebut, pendapatan yang diterimanya mencapai Rp5 juta-Rp6 juta per bulan.
"Setelah ikut padat karya, Alhamdulillah mengubah perekonomian dan meningkatnya taraf hidup saya," tutur Syaiful.
Begitu juga Fitria yang memilih untuk mengelola usaha toko kelontong melalui program padat karya. Kini pendapatannya mencapai Rp2 juta per bulan dari sebelumnya hanya Rp500 ribu per bulan.
"Alhamdulillah bisa meningkatkan perekonomian keluarga saya. Lewat toko kelontong bisa membantu saya keluar dari keluarga miskin," kata dia.