Surabaya (ANTARA) - Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangksa (PKB) Muhaimin Iskandar optimistis angka kekerasan anak dan perempuan di Indonesia bisa ditekan.
Menurut Cak Imin panggilan akrabnya, angka kekerasan anak dan perempuan di Indonesia saat ini masih terbilang tinggi meski data Simfoni Perlindungan Perempuan dan Anak Jawa Timur menunjukkan penurunan kasus, yaitu sebanyak 924 di tahun 2020, 901 pada tahun 2021 dan 826 tahun 2022.
Politikus yang akrab disapa Cak Imin itu menyatakan, Indonesia bisa lebih baik ke depan, khususnya dalam hal menekan angka kekerasan pada anak dan perempuan.
"Kita bikin Indonesia bebas, selamat dan tidak ada kekerasan terhadap perempuan dan anak. Seluruh warga Indonesia kita dorong kesadaran hak dan kewajibannya. Aturan dan konstitusi kita tegakkan," kata Cak Imin menggelorakan stop kekerasan pada anak dan perempuan di Surabaya, Minggu.
Cak Imin juga menyatakan prihatin karena masih banyak kekerasan pada santri yang dilakukan oleh para oknum. Ia meminta aparat tegas menegakkan aturan.
"Jika aparat penegak hukum konsisten memberi pelayanan dan memberikan perlindungan yang baik bagi ancaman kekerasan pada anak dan perempuan, Insya Allah kita akan lolos karena rakyat bersatu padu," tuturnya.
Senada, Ketua Pimpinan Wilayah Perempuan Bangsa Hikmah Bafaqih, yang juga koordinator Gerakan Peduli Perempuan dan Anak Jawa Timur, mengecam keras segala bentuk tindak kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak, baik di lingkungan rumah, pendidikan, sosial, dan ranah publik.
"Kami menuntut negara menjamin hak perempuan dan anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, berkembang serta perlindungan dari diskriminasi dan kekerasan sebagaimana tercantum dalam Undang Undang Dasar 1945," katanya.
Wakil Ketua Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur ini mengingatkan agar pemerintah dan aparat penegak hukum menegakkan undang-undang yang mengatur tentang perlindungan perempuan dan anak.
Menurutnya, fenomena terakhir yang menyita perhatian publik adalah tingginya angka perkawinan anak di Jawa Timur, selain kekerasan di pesantren dan sekolah berasrama.
Berdasarkan data dari Pengadilan Tinggi Agama Jawa Timur, tercatat sebanyak 17.585 pengajuan dispensasi pernikahan anak, 80 persen di antaranya disebabkan hamil di luar nikah.
Hikmah mengungkapkan, untuk mengantisipasi serta menekan angka tersebut, Gerakan Peduli Perempuan dan Anak Jawa Timur meminta pemerintah menguatkan pengasuhan bersama berbasis masyarakat.
"Perlu literasi media sosial bagi anak dan keluarga. Selain itu penguatan kelembagaan keluarga melalui program ketahanan keluarga, baik di bidang pemberdayaan ekonomi, peningkatan status kesehatan dan pendidikan dan lain-lainnya. Lalu pencegahan perkawinan anak dengan ketat, serta menjaga pasangan suami istri usia anak-anak dari perceraian dini dan kekerasan dalam rumah tangga," tuturnya. (*)