Surabaya (ANTARA) - Pakar Biostatistika Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Dr Windhu Purnomo dr MS menilai, lonjakan kasus COVID-19 di Indonesia belakangna ini disebabkan oleh mulai melemahnya protokol kesehatan masyarakat, di samping munculnya subvarian baru dari Omicron.
"Lonjakan COVID-19 ini terjadi karena protokol kesehatan (prokes) masyarakat yang mulai melemah. Adanya penularan baru itu kan terjadi ketika seseorang tidak memakai masker sebagai pelindung. Artinya, ketika terjadi penularan seperti ini, baik orang yang tertular maupun yang menulari sedang tidak menggunakan pelindungnya dengan baik," ujar Windhu di Surabaya, Rabu.
Lebih lanjut, Windhu menuturkan, bahwa lonjakan COVID-19 juga disebabkan oleh munculnya subvarian baru. Meskipun demikian, kemunculan subvarian baru itu tidak memiliki tingkat fatalitas yang tinggi layaknya varian-varian yang muncul sebelumnya.
"Kedua, munculnya varian atau subvarian baru. Ketika muncul varian baru itu dia tidak dikenali oleh tubuh. Jadi, varian-varian baru itu pada umumnya memiliki kemampuan melarikan diri dari kekebalan tubuh manusia. Sehingga, kalau muncul varian atau subvarian baru, penularan akan lebih tinggi. Tapi nanti lama kelamaan akan menurun lagi," tuturnya.
Sempat alami penurunan kasus
Meski saat ini terjadi lonjakan kembali, sebenarnya jumlah kasus positif COVID-19 di Indonesia sempat mengalami penurunan. Bahkan berada pada titik terendah tepatnya pada awal September lalu.
"Sebenarnya awal September lalu kasus COVID-19 itu sudah menurun. Kemudian diketahui sekitar akhir September itu ditemukan subvarian baru Omicron XBB di Surabaya. Itu bertahan cukup lama" kata Windhu.
Munculnya subvarian baru Omicron XBB tersebut kemudian menyebabkan terjadinya lonjakan kasus positif, di samping semakin melemahnya antisipasi protokol kesehatan dari masyarakat.
"Nah, sekarang subvarian Omicron XBB itu sudah semakin meningkat sejak Oktober. Sejak saat itulah lonjakan terjadi. Bahkan sampai sekarang ini kasus harian sudah mencapai 6000-an lebih," ujarnya.
Masyarakat tak perlu panik
Windhu menjelaskan, subvarian Omicron XBB kali ini memiliki tingkat fatalitas yang rendah. Subvarian ini juga memiliki karakteristik cepat alami lonjakan tetapi cepat pula mengalami penurunan. Sehingga, diharapkan masyarakat tak perlu panik namun tetap waspada.
"Saya rasa masyarakat tidak usah panik berlebihan karena saya yakin pada akhir November nanti akan mencapai puncak kasus tetapi kemudian akan segera turun lagi. Tetapi tentu saja perlu waspada, apalagi saat libur panjang Natal dan Tahun Baru nanti karena mobilitas masyarakat pasti akan meningkat," ujarnya.
Untuk menghindari penularan, ia kembali menegaskan bahwa memperketat protokol kesehatan adalah hal yang paling utama. Selain menggunakan masker dan menghindari kerumunan, hal yang juga penting dilakukan adalah dengan mendapatkan vaksinasi booster untuk mencegah adanya gejala berat apabila terpapar.
"Kalau mau terhindar, tentunya lengkapi vaksinasi karena vaksin itulah yang mencegah kita supaya tidak mengalami gejala berat jika misalnya kita terpapar. Ingat, vaksinasi memang tidak mencegah penularan, tetapi dia mampu mencegah kita agar tidak jatuh sakit dalam kondisi yang berat," kata dia.
Menurut Windhu, pemerintah juga berperan penting dalam mengendalikan lonjakan kasus COVID-19 yang terjadi saat ini. Dari sisi pemerintah, melakukan surveilans, meningkatkan vaksinasi, dan memberi perlindungan pada golongan rentan terpapar harus terus dilakukan.
"Pemerintah juga harus memberikan perlindungan lebih bagi mereka yang tergolong lansia, penderita penyakit komorbid, dan mereka yang belum mendapatkan vaksin," ujarnya. (*)
klik link : Unair