Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Pengamat politik Universitas Jember Dr Muhammad Iqbal menilai ketidakhadiran anggota DPRD Jember dalam rapat paripurna pengesahan Perda Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Jember tahun 2021 sebagai bentuk mengingkari amanah rakyat.
"Sudah jelas mengingkari amanah rakyat. Bahkan para oknum DPRD yang mangkir memboikot paripurna DPRD itu tergolong sudah melanggar sumpah/janji anggota dewan yang juga diatur dalam tata tertib dewan," katanya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Kamis malam.
Bupati Jember Hendy Siswanto bersama pimpinan DPRD Jember batal mengesahkan Perda LPP APBD tahun 2021 karena dalam rapat paripurna tersebut tidak kuorum atau hanya dihadiri 30 orang, padahal sesuai ketentuan yang harus hadir dalam paripurna sebanyak 33 orang dari 50 anggota dewan.
"Oknum legislator itu seolah lupa pada pasal 31 Tatib DPRD Jember tentang Sumpah/Janji Anggota DPRD kepada rakyat yang berdaulat memilih mereka.," ucap pakar komunikasi politik Unej itu.
Menurutnya seharusnya momentum rapat paripurna juga menjadi sarana edukasi politik dan kedewasaan berdemokrasi yang dapat jadi teladan untuk masyarakat Jember.
"Sebetulnya sederhana saja ketika anggota DPRD merasa ada persoalan dalam program pembangunan dan pelaksanaan pertanggungjawaban APBD oleh pemerintahan, maka cukup jalankan saja semua fungsi dan hak DPRD sesuai peraturan perundangan yang berlaku," katanya.
Tetapi, jika yang terjadi malah tragedi pemboikotan yang ternyata malah melanggar Tata Tertib DPRD, sehingga sudah selayaknya para oknum anggota dewan itu mendapatkan sanksi.
Ia menjelaskan sanksi bisa berasal dari Badan Kehormatan DPRD, Fraksi atau Partai yang bersangkutan. Tetapi sanksi yang terberat sebetulnya berasal dari rakyat Jember terutama basis konstituen anggota dewan yang aspirasinya gagal terakomodasi karena gagal-nya pengesahan perda LPP APBD 2021.
"Moralitas oknum DPRD itu tengah dipertaruhkan akibat lebih menonjol-nya arogansi dan egoisme politik. Pemboikotan paripurna oleh oknum DPRD telah mencederai rasa moral dan aspirasi rakyat Jember akibat lebih dominan-nya kepentingan pribadi," ujarnya.
Di era kepemimpinan Bupati Hendy tingkat kesejahteraan DPRD Jember mengalami kenaikan signifikan yakni total anggaran belanja DPRD tahun 2022 naik 15,27 persen sebesar Rp66 miliar lebih dibandingkan tahun 2021 sekitar Rp57 miliar.
Kemudian gaji dan tunjangan DPRD juga meningkat 19,44 persen menjadi Rp31 miliar lebih di tahun 2022 dibandingkan tahun 2021 sekitar Rp26 miliar. Hampir semua komponen tunjangan DPRD seperti tunjangan reses tahun 2022 naik 50 persen dari 1,4 miliar menjadi Rp2,2 miliar; kesejahteraan pimpinan dan anggota DPRD naik 47,58 persen.
Selanjutnya anggaran untuk fasilitasi tugas DPRD (18,94 persen) serta penyerapan dan penghimpunan aspirasi masyarakat (52,53 persen) juga mengalami peningkatan yang signifikan.
"Kebijakan politik anggaran untuk DPRD selama setahun kepemimpinan Bupati Hendy itu membuktikan adanya komunikasi politik yang harmonis dan elegan," ujarnya.