Jakarta (ANTARA) - Yayasan Cahaya Lestari Surabaya yang menaungi tim bola basket profesional CLS Knights akhirnya membuka suara mengenai gugatan yang sempat mereka layangkan terhadap mantan pemainnya, Dimaz Muharri.
Mewakili CLS selaku mantan managing partner Christopher Tanuwidjaya menyampaikan klarifikasi pihak CLS di bilangan Alam Sutera, Tangerang Selatan, Selasa, didampingi dua kuasa hukum Michael Sugijanto dan Anthonius Hadhi, sembari mengumumkan keputusan untuk tidak melanjutkan gugatan terhadap Dimaz.
Pernyataan itu disampaikan pihak CLS setelah Pengadilan Negeri (PN) Surabaya memutuskan tidak menerima gugatan terhadap Dimaz, tetapi masih terbuka kesempatan apabila pihak penggugat berkenan memperbaharui berkas gugatannya.
"Setelah hasil putusan pekan lalu, saya sudah bilang ke kuasa hukum untuk tidak perlu lanjut, tidak perlu perbarui gugatan," kata pria yang akrab disapa Itop itu.
Itop mengaku mengambil keputusan untuk tidak memperbaharui gugatan karena bila langkah itu ditempuh hanya akan membuat sikap Dimaz semakin keras terhadap CLS.
Pasalnya, Itop mengaku dalam dua kali upaya mediasi, pihak Dimaz selalu menekankan pada persoalan salah dan benar.
"Padahal dari dua kali mediasi itu kami tegaskan ini bukan soal materi, tetapi etika," kata Itop.
"Yang kami dapatkan dari dua kali mediasi itu, kekukuhan pihak Dimaz Muharri yang merasa tidak bersalah. Kami dari pihak CLS tidak cari salah dan benar, hanya ingin pembicaraan baik-baik," tambahnya.
Upaya mediasi pertama diperantarai PN Surabaya pada 25 Mei 2021. Kemudian, mediasi kedua dilakukan secara virtual dan didampingi sejumlah petinggi PP Perbasi, termasuk Ketua Umum Danny Kosasih dan Ketua Badan Etik dan Hukum Charles Bronson Siringo-ringo pada 3 Agustus 2021.
"Buat kami sudah jelas, kalau kami perbarahui gugatan ini sikap Dimaz akan lebih keras lagi, tidak berusaha menyelesaikan dengan baik-baik," kata Itop.
Kronologi
Itop membeberkan kembali kronologi naiknya gugatan dari pihak CLS kepada Dimaz berdasarkan surat pemutusan kontrak kerja yang diajukan mantan bintang CLS itu pada 4 Desember 2015. Kontrak yang dimaksud berdurasi 2015-2017.
Di surat pemutusan kontrak tersebut terdapat klausul bahwa Dimaz memahami ia masih memiliki kewajiban untuk membayar nilai kontrak yang sudah ditandatangani apabila ada tim bola basket lain yang menggunakan jasanya.
"Sebelum pergi sudah dibicarakan bahwa harus ada kompensasi setelah pemutusan kontrak bila dia main basket lagi," kata Itop.
Itop menegaskan bahwa kesepakatan antara CLS dan Dimaz pada saat itu didasari kesepahaman bahwa pemutusan kontrak si pemain akan menimbulkan hilangnya aset tim.
Terlebih lagi, Dimaz merupakan salah satu pemain top di kancah basket profesional Indonesia dan beberapa kali sempat masuk bursa calon MVP atau Pemain Terbaik liga.
Pada Desember 2019, Dimaz bergabung dengan klub Louvre Surabaya (kini menjadi Dewa United Surabaya) dan saat itu pihak CLS langsung mengingatkan Dimaz akan klausul surat pemutusan kontrak.
"Waktu pertama dia main pro lagi, kami sudah mulai kontrak terkait klausul yang ada di surat pemutusan kontrak," kata Itop.
Ketika Dimaz kembali bermain pro, Itop sudah tidak lagi menjabat sebagai managing partner CLS, tetapi ia merasa masih bertanggung jawab karena surat pemutusan kontrak terjadi saat ia masih bertugas.
Komunikasi pihak Itop dan CLS tidak disambut baik sehingga akhirnya Dimaz digugat ke PN Surabaya berdasar surat pemutusan kontrak tersebut.
Halaman selanjutnya: Gugatan mendapat perhatian...
Perbedaan persepsi
Gugatan tersebut mendapat perhatian publik ketika Dimaz menuliskan surat terbuka menceritakan duduk perkara dari sudut pandangnya pada 10 Juli 2021.
Menurut Itop, pada dasarnya ada perbedaan persepsi antara pihaknya dengan pihak Dimaz.
Itop merasa bahwa Dimaz tak melayani komunikasi dengan baik karena akan ditagih terkait dengan kesepakatan yang tertuang di dalam surat pemutusan kontrak kerja, padahal Itop mengaku ia dan CLS hanya ingin bicara baik-baik bersama Dimaz.
"Saya tahu dia punya ketakutan itu. Yang paling saya sayangkan kenapa tidak dibicarakan langsung, kenapa harus lari dari kami," katanya.
Kini Itop dan CLS sudah memilih untuk tak melanjutkan gugatan karena perbedaan persepsi tersebut.
"Sudah jelas karena dalam mediasi kedua bersama Perbasi pun Dimaz menganggap Perbasi tidak netral dan ia menyatakan merasa dipojokkan. Keinginan kami bicara baik dan menjadi keluarga lagi," tutup Itop.