Surabaya (ANTARA) - Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) Khusus Tanjung Perak Surabaya menyebut Pasal 277 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tidak relevan diterapkan dalam operasi yustisi terkait overdimensi dan overload.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang Organda Khusus Tanjung Perak Surabaya Kody Lamahayu Fredy meminta aparat yang mendapati anggotanya melanggar ketentuan overdimensi dan overload cukup ditindak pidana ringan atau tilang.
"Tidak tepat kalau kemudian dituntut pidana menggunakan Pasal 277 UU Lalu Lintas," katanya kepada wartawan di Surabaya, Senin.
Menurutnya, Pasal 277 UU Lalu Lintas ditujukan untuk pembuat kendaraan yang dengan sengaja merakit dan mengubah ukuran menjadi overdimensi.
Pelakunya terancam hukuman pidana 1 tahun penjara atau denda paling banyak Rp24 juta.
"Pasal ini tidak tepat karena kami membeli kendaraan dengan ukuran yang tersedia dari produsen, salah satunya PT Astra. Kalau ada yang merubah dari bentuk aslinya kan orang bengkel, bukan kami," ucapnya.
Maka Kody menyebut jika aparat Direktorat Jenderal Perhubungan Darat menekan pengusaha angkutan darat terkait aturan overdimensi dan overload menggunakan Pasal 277 UU Lalu Lintas sangat tidak tepat.
Dia mengaku salah satu kendaraan truk milik anggota Organda Khusus Tanjung Perak Surabaya terjaring operasi overdimensi dan overload di Banten.
"Truk ini dalam posisi kosong atau tanpa muatan. Lalu disita oleh aparat setempat. Kami kemudian mengajukan praperadilan dan dikabulkan. Truk bisa kami ambil. Tapi kemudian mereka menuntut pidana menggunakan pasal 277 UU Lalu Lintas," katanya.
Atas kejadian itu, Organda Khusus Tanjung Perak Surabaya berencana mengajukan judicial review atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi terkait pasal tersebut.
Organda merasa dirugikan dengan Pasal 277 UU Lalu Lintas
Senin, 1 Maret 2021 19:48 WIB