Surabaya (Antara Jatim) - Seluruh pengusaha angkutan khusus yang tergabung dalam anggota DPC Angkutan Khusus Organda Pelabuhan Tanjung Perak mengancam berhenti beroperasi pada tanggal 20 Maret mendatang jika subsidi bahan bakar untuk industri benar-benar dicabut. "Jika surat yang kami ajukan tidak ada respon, tanggal 20 Maret terhitung pukul 06.00 WIB mulai setop operasi," kata Ketua DPC Organda Khusus Tanjung Perak, Kody Fredi Lamahayu, usai melakukan rapat dengan 280 anggota DPC Angkutan Khusus (Ansus) Organda Tanjung Perak, di Surabaya, Kamis. Menurut dia, hasil keputusan rapat itu merupakan tindak lanjut terhadap surat keberatan DPC Ansus Organda Tanjung Perak terhadap penerapan Peraturan Menteri ESDM Nomor 1/2013 tentang pencabutan subsidi BBM untuk industri. "Surat tersebut telah dikirim ke Kementerian ESDM dan Gubernur Jawa Timur selaku otoritas pemerintah daerah," ujarnya. Bahkan, kata dia, DPC Ansus Organda Tanjung Perak juga sepakat mencabut izin trayek anggotanya bila kesepakatan itu dilanggar. Apalagi, pihaknya sudah meminta penerapan Permen ESDM tersebut ditunda atau idealnya setelah pemilihan Presiden mendatang. "Kami tegaskan, permintaan ini terlontar karena memang tidak ada politisasi kepentingan dari kalangan tertentu," katanya. Mengenai biaya operasional, menurut dia, setiap truk biasanya memerlukan 300-400 liter solar dan asumsi solar subsidi Rp4.500 per liter sedangkan nonsubsidi mencapai Rp 9.200/liter. Dari asumsi tersebut, biaya operasinya saat memakai solar subsidi dapat mencapai Rp10 miliar per hari. Tapi, ketika pakai solar nonsubsidi meningkat menjadi Rp20,4 miliar. "Dengan 'margin cost' yang mencapai dua kali lipat, kami tidak bisa langsung menaikkan taraf pelayanan," katanya. Pada kesempatan terpisah Sekretaris Umum ALFI Jawa Timur, Agus Muslim, menyatakan, dampak berhentinya operasi sejumlah pengusaha angkutan khusus bisa mengganggu "interland" dari dan menuju pelabuhan. Bahkan, kawasan industri yang paling terkena imbasnya. "Selain itu, berpengaruh terhadap kegiatan ekspor-impor sehingga menghambat kelancaran pengiriman barang. Namun, kami belum bisa memprediksi berapa potensi kerugian yang bisa ditimbulkan akibat masalah ini mengingat adanya perbedaan biaya logistik dari masing-masing angkutan," katanya. Menyikapi kondisi itu, Pengamat Transportasi Laut ITS, Raja Oloan Saut Gurning, mengimbau, pemerintah agar segera mencari solusi. Khususnya, Otoritas Pelabuhan dapat menjadi fasilitator kepada pemerintah untuk membagi siapa saja yang wajib menggunakan solar subsidi dan nonsubsidi. "Hal itu karena yang dipermasalahkan yakni adanya penyamarataan konsumsi solar industri. Akibatnya kini banyak pengusaha angkutan berteriak," katanya.(*)
Organda Tanjung Perak Ancam Berhenti Operasi
Kamis, 14 Maret 2013 19:01 WIB