Tetapi sebenarnya, astronot bernama Siman (diperankan Gunawan Maryanto) ini bukannya mendarat di bulan, melainkan di Gumuk Pasir, Parangkusumo, Yogyakarta.
Cerita dimulai saat Siman melihat proses syuting pendaratan manusia di bulan oleh kru asing. Dia yang tertangkap penjaga lalu dipotong lidahnya. Akhirnya, selama puluhan tahun Siman bergerak pelan menirukan gerakan astronot di luar angkasa untuk membuktikan kebenaran pengalamannya.
Lalu mengapa di Gumuk Pasir? Menurut Yosep Anggi Noen, lokasi itu memikat secara visual dan lingkungan di sana menarik. Orang bisa menemukan karaoke murahan, tempat ibadah, tempat persembahan kepada Ratu Laut Selatan hingga lokalisasi terselubung di sana.
"Tempat itu keos, dengan kepentingan tokoh. Saya buat cerita dari kekeosan sebuah tempat. Ada mimpi (dari tempat itu) bisa menjadi religius, punya ikatan emosional dengan leluhur," kata Yosep Anggi Noen dalam konferensi pers daring, Jumat.
Di sisi lain, lokasi itu juga dianggap mirip dengan permukaan bulan.
Yosep Anggi Noen lalu menghubungkan dengan konteks politik di Indonesia tahun 60-an. Ia mengatakan bahwa saat itu terjadi perpindahan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto dan menurut dia, peristiwa tersebut berdarah-darah sekaligus manipulatif.
"Pendaratan di bulan sebagai keberhasilan yang dirayakan secara global dan politik yang manipulatif disaksikan oleh Siman, seorang petani biasa, manusia yang sederhana yang dibisukan," kata Yosep Anggi Noen.
Produser Edwin Nazir mengaku tertarik pada ide Yosep Anggi Noen yang menurut dia tak biasa dan sulit ditemukan kembali dalam beberapa waktu ke depan.
"Ide cerita Siman ini dari kacamata saya sebagai produser, satu cerita atau premis yang mungkin enggak akan ketemu lagi yang seperti ini 10 tahun ke depan, sesuatu yg beda, unik," kata dia.
Menurut Edwin, narasi film itu relevan dengan kehidupan masyarakat saat ini yang dikelilingi informasi salah. Mereka lalu terkadang sulit membedakan informasi salah dan benar.
Komentar para aktor
Film yang juga dinamai "Hiruk Pikuk Si Alkisah" ini dibintangi sederet aktor antara lain Gunawan Maryanto, Ecky Lamoh, Yudi Ahmad Tajudin, Lukman Sardi, Rusini, Asmara Abigail, Alex Suhendra dan Marissa Anita.
Gunawan Maryanto yang baru saja menyabet penghargaan Pemeran Utama Pria Terbaik dalam Festival Film Indonesia (FFI) 2020 melalui film itu, memiliki kesan khusus pada film dan tokoh Siman.
Baca juga: Ini daftar lengkap pemenang FFI 2020
"Yang menarik dari Siman, ada banyak lapisan emosi dan semakin mengeras ketika dia punya keterbatasan untuk menyuarakan apa yang berlangsung dalam dirinya, perasaannya lalu bentangan sejarah yang ditawarkan Anggi cukup lebar, dari tahun 1960-an sampai hari ini. Bagi saya sebagai aktor ini menjadi pancingan atau tantangan tersendiri," tutur Gunawan Maryanto.
Ketika ditanya adakah hambatan saat harus memerankan tokoh Siman yang berlanjat lambat dan nyaris tanpa melakukan dialog verbal, Gunawan Maryanto menjelaskan begini, "Ketika dialog verbal tidak dimiliki Siman, saya menggunakan dialog non-verbal atau bahasa tubuh."
"Secara keaktoran bagi saya itu jelas tantangan. Saya sebagai aktor terbiasa juga di dalam pertunjukkan hanya menggunakan bahasa tubuh. Bahasa verbal hanya 30 persen dari kemampuan kita berbahasa," kata Gunawan Maryanto menjelaskan.
Dia mengaku sudah siap dengan perannya itu. Tidak ada persiapan khusus yang dilakukannya, kecuali sebatas mencocokkan imajinya dengan Anggi.
Sementara bagi Anggi, sebenarnya Siman tak selalu bergerak pelan. Dia juga bukan sosok aneh, namun pada akhirnya dia dapat menyatu dengan masyarakat.
Asmara Abigail yang memerankan tokoh Nadiyah mengatakan, ada satu momen ketika Siman melepas karakter astronot yang lambat, yakni saat dia melakukan transaksi seksual. Sebagai aktor, dia menilai ada hasrat kemanusiaan yang ternyata tak bisa Siman kontrol.
Selain tokoh Siman dan Nadiyah, film "The Science of Fictions" juga menyertakan tokoh Jumik yang diperankan Lukman Sardi.
Bagi Lukman Sardi, karakter ini sebenarnya juga ditemui pada kehidupan nyata, yakni saat orang pulang ke kampung dari perantauan lalu berbicara berlebihan pada orang di kampungnya.
"Jumik, karakter ini make sense. Banyak orang bekerja di luar negeri begitu di kampung akan berbicara berlebihan. Semua ada alasannya," tutur Lukman yang mengaku belajar dari Gunawan.
Walau mungkin ceritanya terkesan rumit namun Anggi dan para aktor optimistis penonton Indonesia sudah siap menerima film yang sebelumnya sudah berkeliling ke-15 festival film internasional, termasuk Locarno Film Festival 2019 di Swiss itu.
Pengelola bioskop nasional mulai menayangkan film produksi Angka Fortuna Sinema, Kawan Kawan Media dan Limaenam Films itu mulai 10 Desember 2020.
Baca juga: "Perempuan Tanah Jahanam" jadi wakil Indonesia di Oscar 2021
Baca juga: "The Swordsman", film Joe Taslim & Jang Hyuk, jadi pembuka KIFF 2020
Baca juga: Luna Maya merasa terhormat isi suara di film "Mulan"