Surabaya (ANTARA) - Produser sekaligus sineas muda asal Jawa Timur, Bayu “Skak” Eko Moektito, menilai potensi sineas daerah sudah menunjukkan kesiapan untuk bersaing di tingkat nasional.
“Kalau dari kacamata industri, mungkin masih terlihat biasa saja. Tapi dengan segala keterbatasan alat, hasil karya teman-teman di sini luar biasa,” kata Bayu Skak saat menghadiri kegiatan “Bicara Film: Merayakan Kearifan Lokal lewat Sinema” di Surabaya, Rabu.
Ia menekankan pentingnya dukungan sarana, pembiayaan, serta ruang berkarya yang lebih luas bagi pelaku film lokal agar mereka dapat mengembangkan potensi dan meningkatkan kualitas produksi.
Bayu berharap kegiatan seperti itu mampu meyakinkan Kementerian Ekonomi Kreatif (Kemenkraf) bahwa sineas daerah, khususnya dari Jawa Timur, telah siap memproduksi karya berkualitas.
“Tinggal diberikan ruang agar mereka bisa terus maju,” ucapnya.
Sineas kelahiran Malang itu juga mengapresiasi kolaborasi antara Kemenkraf dan platform Vidio yang dinilainya menjadi peluang positif untuk menggembleng pembuat film pendek potensial.
Ia menyebut, apabila karya para sineas lokal mendapat apresiasi, besar peluang untuk didanai dan dilirik produser besar di Jakarta.
“Kalau sudah dikenal lewat film pendek, biasanya langsung ditawari bikin film panjang,” tutur Bayu.
Ia menambahkan, kendala utama yang masih dihadapi sineas daerah adalah keterbatasan sarana dan prasarana produksi.
Menurut dia, kualitas alur cerita para sineas muda sebenarnya sudah bagus, namun hasil akhir sering kali kurang maksimal karena keterbatasan alat.
“Kalau peralatannya mendukung, seperti kamera dan lensa sinematik, hasilnya pasti lebih bisa bersaing,” kata alumnus Universitas Negeri Malang itu.
Dalam kesempatan tersebut, Bayu turut memperkenalkan film terbarunya berjudul "Foufo" dengan harapan bisa segera tayang saat lebaran Idul Fitri 2026.
Ia menjelaskan, film tersebut menggunakan sekitar 70 persen dialog berbahasa Madura dan dibintangi sepenuhnya oleh aktor asli Pulau Garam itu.
“Saya ingin meniadakan pandangan bahwa kesuksesan film bergantung pada jumlah pengikut di media sosial. Film ini murni dari niat dan keautentikan para pemainnya,” ujarnya.
Setelah Foufo, Bayu berencana menggarap film di berbagai daerah dengan bahasa lokal seperti Jawa Mataraman, Sunda dan Bali, karena ia menilai keberagaman bahasa dan budaya justru menjadi kekuatan sinema Indonesia.
“Dari film daerah, potensi wisata, UMKM, dan SDM lokal bisa ikut tumbuh. Film bisa menjadi lokomotif ekonomi dan budaya di daerah,” katanya.
Oleh karena itu, Bayu berpesan agar para sineas muda terus berani mengambil langkah untuk berkarya dan berinovasi, karena ia meyakini bahwa keberanian dan keyakinan merupakan modal utama bagi insan film Jawa Timur untuk maju dan menembus industri nasional.
