Tulungagung (ANTARA) - Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) mengapresiasi langkah Kepolisian Resor Tulungagung dalam mengusut jaringan maling di balik kasus pembalakan puluhan kayu sonokeling di sepanjang ruang milik jalan nasional Tulungagung-Blitar dan Tulungagung-Trenggalek.
"Kami tentu mengapresiasi langkah itu, meski kalau boleh dibilang sangat terlambat. Tapi, setidaknya di bawah kepemimpinan Kapolres yang baru, ada komitmen untuk menindaklanjuti dibanding pendahulu sebelumnya (yang pasif)," kata Dinamisator JPIK Moch. Ichwan Mustofa dikonfirmasi, Senin.
Menurutnya, kasus maling sonokeling di kawasan Rumija Tulungagung-Blitar maupun Tulungagung-Trenggalek sudah terang benderang.
Semua alat bukti ataupun bukti petunjuk ada. Bukti tunggak jejak pembalakan sampai saat ini masih ada, foto-foto aktivitas penebangan juga ada. Demikian juga dengan para terduga pelaku, bukti petunjuk surat-surat kayu yang dipalsukan, maupun saksi-saksi yang bisa dimintai keterangan.
Apalagi, lanjut Ichwan, sebagian besar barang bukti, tersangka dan lainnya saat ini ada dan disimpan aparat Kepolisian Resort Trenggalek karena para pelaku dijerat kasus yang sama untuk locus delicty di wilayah hukum Trenggalek.
"Kasus ini sebenarnya sangat terang-benderang. Tinggal bagaimana komitmen aparat kepolisian dalam menindaklanjuti kasus ini hingga ke akar-akarnya," kata Ichwan.
Ia berharap pengusutan kasus tersebut tak perlu berlama-lama. Pasalnya, menurut Ichwan, polisi tinggal melakukan gelar perkara dan berkoordinasi dengan jajaran Polres Trenggalek.
Hal ini diperlukan guna membongkar sindikasi pembalakan sonokeling di wilayah hukum Tulungagung yang diduga juga melibatkan oknum ASN aktif di UPT Dinas Binamarga Jawa Timur di Kediri berinisial A.N.
"JPIK akan terus suport polisi untuk mengusut tuntas kasus ini. Sebab kami juga punya data pengiriman ratusan batang kayu sonokeling dari Tulungagung, atas nama pengusaha Blitar, ke wilayah Pasuruan dan Surabaya untuk selanjutnya dikirim ke luar negeri untuk memenuhi kebutuhan ekspor," katanya.
Sonokeling merupakan tumbuhan penghasil kayu keras dari suku Fabaceae. Pohonnya berukuran sedang hingga besar dengan tinggi 20-40 meter. IUCN menetapkan statusnya Rentan (Vulnerable/VU) sejak 1999.
Di Indonesia, tanaman sonokeling termasuk tanaman Cites Apendik 2, di mana penebangan dan peredarannya harus se-izin Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
Kasus maling sonokeling di wilayah eks-karesidenan Mataraman, khususnya di Tulungagung dan Trenggalek mencuat setelah 89 batang pohon sonokeling di dalam kawasan Rumija Tulungagung diidentifikasi telah dibalak secara ilegal oleh jaringan oknum yang diduga melibatkan orang dalam.
Hasil investigasi JPIK Jawa Timur, modus pelaku dengan melakukan pengeprasan pohon di ruas jalan dengan hanya menebang pohon jenis bernilai jual tinggi semacam sonokeling, selanjutnya dicuci dokumennya, seolah dari hutan hak atau tanah milik.
Kemudian Kayu dikirim ke sejumlah Industri bersertifikat legalitas kayu (S-LK) di Kab Pasuruan, Kota Mojokerto dan Kab Boyolali, selanjutnya diekspor.