Jember - Pproduk tembakau atau selama ini dikenal sebagai emas hijau diharapkan tidak hanya diproduksi sebagai rokok dan cerutu, karena komoditas tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi berbagai produk lainnya.
Peneliti dari Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat, Kementerian Pertanian Prof Subiyakto menjelaskan diversifikasi produk tembakau dapat menjadi pestisida organik, obat bius, bahan kosmetik, bahan farmasi, hingga bio charcoal yang dapat menjadi alternatif pengganti batu bara.
Hal senada juga diungkapkan Pakar agribisnis Universitas Jember (Unej) Prof Rudi Wibowo bahwa tembakau memiliki banyak potensi yang masih belum dimanfaatkan dengan maksimal.
Pakar agribisnis Unej yang sekaligus Komisaris Utama PTPN X itu dalam seminar nasional bertema "Studi Kelayakan Produk Berbasis Limbah Tembakau" menagakui tembakau identik dengan produk rokok atau cerutu saja.
Padahal kedua produk tadi sering dituduh sebagai produk yang merusak kesehatan. Namun di sisi lain, produk tembakau memberikan pemasukan yang besar bagi negara melalui cukai karena tahun 2017 tercatat tembakau memberikan kontribusi sebesar Rp149 triliun.
Contohnya, potensi yang ada di PTPN X yakni dari tiga kebun tembakau yang ada, pada tahun 2017 menghasilkan 45.557 ton limbah tembakau yang terdiri dari daun pucuk, biji tembakau, akar dan batang tembakau.
Dari seluruh limbah tadi, baru satu persen saja yang sudah coba dimanfaatkan menjadi minyak atsiri dan briket tembakau.
Untuk itu, pihak PTPN X terus berusaha melakukan penelitian untuk menggali produk turunan dari tembakau yang bisa dikembangkan menjadi produk tembakau nonrokok dan cerutu karena dari limbahnya saja sudah bisa dimanfaatkan, sehingga daun tembakau juga bisa dimanfaatkan untuk diversifikasi.
Guna menjaring ide dan kreativitas, kemudian digelar lomba karya tulis ilmiah bagi peneliti, mahasiswa dan pegiat masalah pertembakauan, sehingga berhasil dijaring 154 karya tulis ilmiah yang setelah menjalani tahapan penjurian meloloskan enam tim terbaik.
Lomba karya tulis ilmiah itu menjadi salah satu cara menghimpun ide-ide kreatif terkait diversifikasi tembakau karena tidak menutup kemungkinan dari ide tersebut ada yang bisa dikembangkan menjadi skala industri dan sekaligus menumbuhkan budaya ilmiah. (*)