Banyuwangi (Antara Jatim) - Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, mengembangkan irigasi hemat air untuk mendukung peningkatan produksi cabai yang dalam beberapa bulan terakhir harganya melambung tinggi karena kurangnya pasokan ke sejumlah daerah.
Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, Hortikultura, dan Peternakan Pemkab Banyuwangi Arief Setiawan di Banyuwangi, Rabu mengatakan salah satu permasalahan mendasar dalam tata kelola tanaman cabai adalah pasokan bulanan yang tidak merata dan produksi berlebihan di musim tertentu.
"Karena cabai ini termasuk komoditas vital di masyarakat kita yang suka makanan pedas, maka budi daya cabai perlu dilakukan teratur sepanjang tahun agar ketersediaannya selalu bisa mencukupi permintaan pasar," ujarnya.
Sebagai salah satu sentra cabai di Indonesia, katanya, Banyuwangi terus berbenah untuk memastikan produksi komoditas hortikultura itu tetap tinggi dalam musim apapun.
Kini, kata dia, cabai dari Banyuwangi terus memasok kebutuhan masyarakat luar daerah saat sentra cabai lainnya sedang paceklik atau belum memasuki musim panen, sehingga petani di Banyuwangi menikmati harga yang cukup baik, seperti yang terjadi saat ini.
Dari aspek produksi, menurut Arief, teknologi irigasi hemat air menjadi pilihan bagi petani di saat musim kemarau, dan dapat dipadukan dengan "rain shelter" sebagai modifikasi teknologi perlindungan tanaman dari tetesan air hujan sehingga dapat menekan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT).
"Sistem irigasi hemat air ini mulai diterapkan. Di Banyuwangi, kami kembangkan lahan percontohan untuk penanaman cabai dengan sistem irigasi tetes di Kecamatan Glenmore dan Wongsorejo," ujar Arief.
Ia menuturkan, selain untuk menjaga kontinuitas pasokan cabai di musim kemarau, dari program ini, para petani diharapkan semakin familiar dengan teknologi irigasi hemat air untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air, efisiensi tenaga kerja dan efisiensi waktu pengelolaan usaha tani cabai.
Pemkab Banyuwangi, kata Arief, juga telah membantu sejumlah kelompok tani untuk penyediaan sumur bor guna mendapatkan air. Dampak dari program tersebut pun kini mulai dirasakan petani. Saat di daerah lain masa menanam cabai dimulai pada musim hujan, yakni mulai Desember sampai Maret, di Banyuwangi justru saat itu sudah menuai panen hingga bisa mendapatkan harga cabai terbaik ketika di tempat lain kekurangan pasokan cabai.
"Ini karena petani bisa menanam cabai pada musim kemarau 2 (K2), sekitar Juli-Agustus. Dulu kan menanam cabai sangat tergantung pada musim hujan. Namun, setelah ada fasilitasi, seperti sumur bor dan kini pengembangan sistem irigasi tetes, panen bisa lebih banyak intentitasnya, termasuk di musim hujan saat daerah lain baru mulai tanam. Sehingga, petani bisa menanam cabai tanpa tergantung musim, sehingga petani mendapat harga yang baik," papar Arief.
Dia menjelaskan, di Banyuwangi luas lahan yang digunakan untuk produksi cabai terus meningkat. Pada 2010, luas lahan cabai 1.003 hektare, meningkat menjadi 1.254 hektare pada 2015. Demikian pula luas lahan cabai kecil meningkat dari 2.298 hektare menjadi 2.970 hektare.
Dari sisi produksi, pada 2010, produksi cabai baru berkisar 5.997 ton, lalu melonjak 144 persen pada 2015 menjadi 14.684 ton. Adapun produksi cabai kecil stabil di kisaran 21.000 ton. (*)
Banyuwangi Kembangkan Irigasi Hemat Air untuk Komoditas Cabai
Rabu, 11 Januari 2017 11:11 WIB
Karena cabai ini termasuk komoditas vital di masyarakat kita yang suka makanan pedas, maka budi daya cabai perlu dilakukan teratur sepanjang tahun agar ketersediaannya selalu bisa mencukupi permintaan pasar.