Jember (Antarajatim) - Ratusan warga dari desa Curahnongko, Kecamatan Tempurejo, Kabupaten Jember, Jawa Timur unjuk rasa di depan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) kabupaten setempat, Selasa.
Ratusan warga yang tergabung dalam Wadah Aspirasi Warga Petani (Wartani) Desa Curahnongko menuntut redistribusi tanah seluas 332 hektare tidak berjalan sesuai dengan mekanisme yang ada.
"Tanah seluas 332 hektare tersebut merupakan hak rakyat setempat yang ditempati sejak tahun 1942. Jadi tanah babatan (hasil eksplorasi) rakyat sejak zaman penjajahan Jepang," kata Ketua Wartani Yateni di Kantor BPN Jember.
Menurutnya pada tahun 1966 ada perubahan kondisi politik, sehingga rakyat diusir dan tanah itu dikelola oleh PTPN XII, sehingga pihaknya baru bisa mengusulkan kembali pengembalian tanah sengketa kepada warga pada tahun 1998.
"Namun hingga kini belum bisa terealisasi, sehingga kami mendesak agar BPN Jember tidak bermain main dalam penyelesaian sengketa tanah ini dan kami juga berharap agar redistribusi tanah di Desa Curahnongko segera terwujud," katanya dengan tegas.
Untuk itu, lanjut dia, salah satu tujuan kedatangan warga adalah meminta pertanggungjawaban BPN Jember yang dianggap tidak netral karena dinilai berafiliasi kepada organisasi tertentu yang mengatasnamakan perjuangan sengketa tanah Curahnongko.
Sementara Kepala BPN Jember Koes Widarbo yang menemui warga menuturkan pihaknya mendukung aspirasi warga secara normatif karena pihaknya masih menunggu keputusan dari pemerintah pusat.
"Harus ada persetujuan Menteri BUMN sampai Keputusan Kementerian Agraria terkait dengan proses penyerahan kembali tanah itu kepada warga. Proses awal itu kan pelepasan aset tanah dan mengenai redistribusi itu adalah ujungnya," katanya.
Secara umum, lanjut dia, sengketa tanah di Kabupaten Jember merupakan konflik antara warga dengan BUMN, seperti PTPN dan Perhutani, sehingga pihak BPN selangkah demi selangkah untuk menyelesaikan persoalan sengketa tanah tersebut.
"Kita harus mulai dari awal, sampai nantinya kita tinggal menunggu keputusan politis dari pemerintah pusat," ujarnya, menambahkan.(*)