Surabaya, (Antara Jatim) - Nilai inflasi Jawa Timur pada Januari 2016 di atas nasional yakni mencapai 0,65 persen, sedangkan nasional hanya mencapai 0,51 persen, akibat adanya kenaikan harga bahan makanan di berbagai daerah.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur M Sairi Hasbullah, Senin di Surabaya mengatakan, tingginya inflasi Jatim pada Januari 2016 juga disebabkan harga setiap komoditi yang tidak terkontrol.
Ia mengatakan, sumbangan inflasi per komoditi yang terbesar adalah jenis daging ayam ras, yakni sebesar 7,67 persen, kemudian disusul bawang merah, tarif listrik, telur ayam ras dan kentang.
Selain itu, tingginya inflasi Jatim juga disumbang oleh harga per komoditi dari rokok kretek dan filter, pasir, bawang putih, emas perhiasan, serta tomat dan sayur mayur.
"Jenis daging ayam ras yang harganya tidak terkendali merupakan penyumbang inflasi terbesar, yakni 7,67 persen, diduga akibat musim yang kurang baik," katanya.
Sementara untuk wilayah atau daerah, penyumbang inflasi terbesar Jatim adalah Surabaya, yakni sebesar 0,73 persen, dan penyumbang terendah adalah Probolinggo yakni sebesar 0,42 persen.
"Setelah Surabaya, daerah penyumbang terbesar inflasi Jatim adalah Kabupaten Banyuwangi yang sebesar 0,67 persen, disusul Kabupaten Sumenep sebesar 0,65 persen, kemudian Kota Malang sebesar 0,58 persen," katanya.
Sementara itu meski mengalami inflasi tinggi, kata Sairi, masih ada beberapa komoditas penahan infiasi, seperi bensin yang mampu menahan inflasi atau deflasi sebesar -3,12 persen.
Selain itu, komoditas lain yang juga telah membantu menahan inflasi di antaranya adalah angkutan udara, solar, dan telepon seluler.
"Biasanya inflasi di Jatim selalu lebih rendah dibanding nasional, namun kali ini berbeda, ini artinya kenaikan harga barang dan jasa di Jatim selama 2016 di atas rata-rata seluruh provinsi di Indonesia, dan masyarakat di Jatim harus membeli lebih mahal dibanding masyarakat di daerah lainnya," katanya.(*)