Pamekasan (Antara Jatim) - Kemitraan penuh yang dibuat DPRD Pamekasan, Jawa Timur bersama pemkab setempat, berpotensi menciptakan peluang korupsi, dan mengabaikan tugas pokok legislatif sebagai kontrol eksekutif, oleh karenanya disarankan agar dikaji ulang.
"Hemat kami, kemitraan penuh yang dibuat di Pamekasan ini juga mengabaikan ketentuan legislatif sebagaimana diatur dalam undang-undang," kata Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Pamekasan Nur Faisal dalam acara focus group discusion (FGD) yang digelar Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Madura di Pamekasan, Senin.
KNPI Pamekasan merupakan satu dari 20 lembaga yang diundang hadir dalam diskusi terfokus bertema "Analisis Potensi Korupsi Anggaran Daerah 2014-2015 Pamekasan".
Kemitraan penuh yang dilaksanakan DPRD dengan Pemkab Pamekasan ini, sebenarnya telah ditolak oleh Pemprov Jatim, karena dinilai tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Namun, pimpinan DPRD Pamekasan tetap hendak memberlakukan pola kemitraan penuh pada semester kedua 2015 ini dengan dalih untuk memperkuat jaringan dan mempermudah pelaksanaan program daerah.
"Tapi, itu tidak bisa alasan pembenar, karena tata kelola pemerintahan ini harus seirama dengan ketentuan yang berlaku," katanya.
Kemitraan penuh, kata dia, tidak dikenal dalam undang-undang, termasuk dalam undang-undang MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD).
Bahkan, mantan aktivis GMNI Pamekasan ini menilai, kemitraan penuh yang dibuat DPRD dengan Pemkab Pamekasan sebagai upaya untuk mengamankan kekuasaan legislatif, mengingat antara ketua DPRD Pamekasan dengan Bupati Pamekasan bersaudara.
Selain pola kemitraan, pos anggaran lain yang berpotensi dan sering dikorupsi di Pamekasan, menurut forum itu adalah bantuan sosial. Seperti bantuan beras bagi warga miskin, serta jenis bantuan sosial lainnya.
Faktor tokoh informal, seperti tokoh masyarakat berpengaruh, juga ikut berperan dalam menciptakan nuansa korupsi, karena di Pamekasan kekuasaan masih dikendalikan oleh tokoh berpengaruh.
"Tapi, untuk tokoh informal ini sulit dibuktikan, karena tidak terlibat secara langsung, dan mereka biasanya hanya bermain dibalik layar," kata peserta diskusi lainnya dari CSO Madura Foundation Munhari Bariel.
Dalam diskusi yang dipandu oleh pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pamekasan ini, juga hadir perwakilan eksekutif dan yudikatif, namun tidak terlihat dari unsur kepolisian.
Menurut Ketua YLBH Madura Sulaisi Abdurrazaq, sebenarnya perwakilan kepolisian dan DPRD Pamekasan juga diundang dalam diskusi itu, namun tidak hadir, tanpa alasan yang jelas.
Semua pembicaraan yang disampaikan peserta dalam FGD itu direkam, dan selanjutnya akan disampaikan kepada daerah sebagai sumbangan pemikiran untuk mencegah terjadinya praktik korupsi yang akhir-akhir ini kian marak.
Sementara, selama 2014 hingga 2015 ini, kasus dugaan korupsi yang terjadi di Pamekasan sebanyak 11 kasus dan 7 kasus diantaranya telah memasuki tuntutan.
Kasus korupsi di wilayah ini terjadi di hampir semua instansi dinas, antara lain Dinas Pendidikan, Kantor Kementerian Agama, Dinas Peternakan dan Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup. (*)