Surabaya (Antara Jatim) - Praktisi hukum atau advokat, M. Sholeh, menilai Partai Demokat dan PAN kehilangan hak mencalonkan di Pilkada Surabaya berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada pasal 50 ayat 7.
"Pada pasal itu jelas partai pengusung Cawali-Cawawali Surabaya Rasiyo-Abror yakni PAN dan Demokrat kehilangan hak mencalonkan lagi dalam masa perpanjangan pendaftaran," kata praktisi yang memenangkan gugatan suara terbanyak pemilu legislatif 2009 di Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu itu kepada Antara di Surabaya, Minggu.
Pada pasal 50 ayat 7 berbunyi dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (6), menetapkan pasangan calon yang diajukan tidak memenuhi syarat, partai politik atau gabungan partai politik tidak dapat mengajukan pengganti. Namun demikian, lanjut dia, pihaknya mempertanyakan KPU mengatakan PAN dan Demokrat boleh daftar lagi, tapi tidak boleh mengajukan pasangan calon Rasiyo dan Abror.
"Pertanyaannya, mana ada pasal yang melarang pasangan yang ditolak tidak boleh dicalonkan lagi dalam perpanjangan pendaftaran," ujarnya.
Jika KPU Surabaya yang dijadikan dasar Peraturan KPU Nomor (PKPU) Nomor 12 Tahun 201 pasal 89 a yakni pasangan yang tidak memenuhi syarat tidak diajukan lagi, maka itu bertentangan dengan UU pilkada.
"Jadi larangan pasangan yang dinyatakan TMS (Tidak Memenuhi Syarat) untuk dicalonkan lagi tidak diatur dalam UU, melainkan dalam PKPU 12," katanya.
Praktisi yang juga menggugat larangan untuk calon tunggal dalam pilkada ke MK itu mencetuskan pilkada mengadopsi pemilihan kepala desa yang jika hanya satu calon, maka diterapkan sistem bumbung kosong atau melawan kotak kosong.
"Mestinya kearifan lokal itu bisa diadopsi dalam pilkada karena selama ini dianggap demokratis, karena itu saya menggugat ke MK agar bisa memutuskan apa perlu KPU menyediakan kotak kosong. Masalah yang terjadi sekarang, karena KPU tidak mengadopsi itu," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua KPU Kota Surabaya Robiyan Arifin menegaskan bahwa ketika bakal Cawawali Surabaya Dhimam Abror yang mendampingi Rasiyo dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS), maka secara otomatis juga membatalkan dan menggugurkan pencalonan pasangan Rasiyo-Abror.
"Berdasarkan ketentuan, Rasiyo tidak tidak bisa mencalonkan lagi," katanya.
KPU Kota Surabaya telah melaksanakan verifikasi faktual kepada DPP PAN untuk memastikan bahwa keduanya dikeluarkan oleh DPP PAN. Selain itu, dilakukan penelitian hasil perbaikan pada 29 Agustus 2015. Hasilnya, surat persetujuan yang diserahkan pada 11 Agustus 2015 dan 19 Agustus 2015 tidak identik.
Penulisan nomor surat pada berkas tersebut tidak identik dengan nomor surat pada berkas yang diserahkan pada 11 Agustus 2015 lalu. Penulisan tanggal pada kedua berkas tidak identik. Demikian pula dengan nomor seri materai.
Selain itu, berdasarkan PKPU No. 12 Tahun 2015 Pasal 42 ayat (1) huruf o, bakal pasangan calon harus menyerahkan fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama Bakal Calon, tanda terima penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi atas nama Bakal Calon, untuk masa lima tahun terakhir atau sejak Bakal Calon menjadi wajib pajak, dan tanda bukti tidak mempunyai tunggakan pajak dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Bakal Calon yang bersangkutan terdaftar, sebagai bukti pemenuhan persyaratan calon.
Setelah KPU Kota Surabaya melakukan penelitian hasil perbaikan ditemukan bahwa berkas syarat calon Dhimam Abror hanya fotokopi NPWP dan tanda terima penyampaian SPTPP. Sementara tanda bukti tidak mempunyai tunggakan pajak dari KPP tidak diserahkan, sehingga secara kumulatif tidak terpenuhi. (*)
Demokrat-PAN Kehilangan Hak Mencalonkan pada Pilkada Surabaya
Minggu, 30 Agustus 2015 17:51 WIB
Pada pasal itu jelas partai pengusung Cawali-Cawawali Surabaya rasiyo-Abror yakni PAN dan Demokrat kehilangan hak mencalonkan lagi dalam masa perpanjangan pendaftaran