Bojonegoro (Antara Jatim) - Kedung Maor, begitu warga memberi nama kawasan berupa sebuah danau di Desa Kedungsumber, Kecamatan Temayang, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, yang belakangan menjadi kunjungan wisatawan domestik (wisdom).
Lokasi Kedung Maor, yang berada di tengah kawasan hutan jati masuk Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bojonegoro itu, menjadi obyek wisata alam, secara alamiah, karena lokasinya yang indah.
"Kedung Maor mulai dikunjungi banyak orang sejak setahun lalu," kata penjaga parkir di lokasi Kedung Maor, Bojonegoro, pekan ini.
Tidak hanya dikunjungi wisatawan domestik (wisdom), sebagaimana disampaikan Hari, pengunjung terutama remaja memanfaatkan lokasi Kedung Maor, untuk berkemah, seperti puluhan anggota pecinta alam, yang menginap semalam di Kedung Maor.
"Kalau pengunjung yang berkemah ya baru kali ini, sebab mereka akan melaksanakan upacara agustusan," jelas Hari, dibenarkan Ketua Panitia Forum Pecinta Alam Bojonegoro Ferdi Hendik.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan KPH Bojonegoro, belumlah menjadikan Kedung Maor, sebagai obyek wisata yang representatif, sehingga lokasi setempat belum tersentuh dengan tambahan prasarana dan sarana wisata.
Papan pengumuman masuk lokasi, juga hanya sekedarnya terbuat dari papan dengan tulisan Wisata Alam Kedung Maor, yang dilengkapi dengan gambar danau. Di dekat lokasi masuk Kedung Maor, hanya ada dua warung penjual makanan, yang semuanya warga Desa Kedungsumber.
Padahal, sebagaimana disampaikan Hari, lumlah pengunjung bisa mencapai 500 pengunjung, pada hari libur Minggu.
"Kalau Hari Raya Idul Fitri yang lalu, ya pengunjungnya penuh. Pengunjung datang ya hanya duduk-duduk melihat air dan tebing Kedung Maor," ucap Hari, yang juga anggota Karang Taruna Desa Kedungsumber itu.
Lebih lanjut ia menjelaskan pengunjung Kedung Maor tidak dikenakan karcis tanda masuk, tapi dikenakan biaya parkir untuk kendaraan roda dua Rp5.000/kendaraan dan roda empat Rp10.000/kendaraan.
"Pengunjungnya banyak, selain lokal juga ada yang dari luar kota, seperti dari Gresik dan Surabaya," ucapnya.
Mencapai Kedung Maor, yang jaraknya sekitar 32 kilometer dari Kota Bojonegoro, tidaklah sulit. Meskipun jalanan menuju lokasi dari jalan raya Bojonegoro-Nganjuk, masih berupa makadam, tapi jalannya cukup lebar.
"Dulu jalan ini bekas rel lori untuk angkutan kayu jati, yang sekarang akan dibangun untuk jalan menuju Waduk Gongseng," jelas seorang warga lainnya Daimin.
Tewas Tenggelam
Di lokasi setempat pengunjung bisa mandi di danau, tapi karena danau Kedung Maor, cukup dalam sering menimbulkan kejadian korban tenggelam dari pengunjung yang tidak bisa berenang.
Oleh karena itu, sejumlah organisasi pecinta alam setempat, memasang tanda larangan kepada pengunjung yang datang ke lokasi untuk berenang, terutama ketika musim hujan.
"Kalau ada banjir bandang berbahaya, kalau ada pengunjung yang ada di bawah," jelas anggota pecinta alam Hendik.
"Kalau musim hujan di tebing akan muncul air terjun," tambah pengunjung lainnya Liya, menambahkan.
Kepala Bidang Pengembangan dan Pelestarian Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Suyanto, menjelaskan Kedung Maor, yang mulai dikenal masyarakat akan dijadikan obyek wisata geologi atau "geoheritage", karena kawasan setempat, dulunya diperkirakan merupakan laut purba.
Namun, katanya, pengembangan Kedung Maor, menjadi wisata alam geologi, akan dijadikan satu dengan Waduk Gongseng, karena lokasinya berdekatan.
"Pemkab mengusulkan sejumlah potensi wisata alam, seperti Kedung Maor, Kayangan Api di Kecamatan Ngasem, sebagai wisata alam "geoheritage", kepada Badan Geologi Nasional, Bandaung," kata Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Pemkab Bojonegoro Agus Supriyanto, menambahkan.
Menurut dia, kalau memang Badan Geologi Nasional di Bandung menyetujui potensi wisata alam geologi, maka pengembangan Bojonegoro menjadi "geoheritage", bahkan menjadi taman bumi atau "geopark" bisa dilakukan.
"Hanya saja Bojonegoro menjadi "geopark" membutuhkan waktu lama," ucapnya.
Ketua Dewan Kepubakalaan Bojonegoro Ali Syafa'aat, menambahkan Kedung Maor, yang lokasinya berupa sungai yang terdapat danau dan tebing, usianya diperkirakan mencapai 27 juta tahun.
"Di tebing-tebing di lokasi Kedung Maor, banyak ditemukan binatang laut purba, seperti kerang, juga lainnya," jelasnya.
Ia menambahkan lokasi Kedung Maor, juga tidak jauh dengan lokasi ditemukannya fosil paus purba di Kecamatan Temayang.
Hanya saja, lanjut dia, lokasi Kedung Maor, yang sekarang dikelola desa, akan menimbulkan tuntutan hukum, kalau tidak ada kerja sama dengan Perhutani.
"Kalau desa nanti dituntut ganti rugi bisa kalah, sebab tidak ada perjanjian dengan Perhutani," tandasnya. (*)