Surabaya (Antara Jatim) - Anggota Komisi X DPR RI Anang Hermansyah mendukung usulan rektor perguruan tinggi negeri (PTN) se-Jawa Timur untuk merevisi kebijakan bantuan operasional PTN (BOPTN) dan uang kuliah tunggal (UKT), serta membenahi pola akreditasi. \"Saya setuju, UKT dan BOPTN itu perlu revisi. Kalau akreditasi yang berhadapan dengan 3.845 PTN/PTS mungkin perlu \'grand design\' untuk membatasi pendirian PTN/PTS,\" katanya di sela kunjungan kerja belasan anggota Komisi X DPR ke Rektorat Unair Surabaya, Kamis. Dalam kunjungan kerja selama masa reses persidangan III Tahun Sidang 2014-2015 itu, sejumlah rektor PTN se-Jawa Timur meminta Komisi X DPR (Bidang Pendidikan) untuk merevisi kebijakan BOPTN dan UKT serta membenahi pola akreditasi. Anggota Komisi X DPR yang hadir antara lain Teuku Riefky Harsya (Ketua Tim/Ketua Komisi X DPR/FPD) dan 13 anggotanya, diantaranya Anang Hermansyah (FPAN), Utut Adianto (FPDIP), Mureno S (FP-Gerindra), Venna Melinda (FPD), Hj Popong Otje Dj (FPG), H Nur Hasan Zaidi (FPKS), Dr Reni Marlinawati (FPPP), dan Kresna Dewanata (Nasdem). Sementara itu, Rektor PTN yang hadir antara lain Rektor Unair Prof Fasich, Rektor Unesa Prof Warsono, Rektor ITS Prof Joni Hermana, Rektor Unibraw Malang Prof M Bisri, Direktur PENS Dr Eng Zainul Arif, Rektor Unijoyo Dr HM Syarif, Wakil Rektor I UM Prof Hariyono, dan Pembantu Rektor Unej Zulfikar PhD. Dalam kesempatan itu, Pembantu Rektor Unej Zulfikar PhD mengharapkan rumusan BOPTN ditinjau ulang, karena sebaran UKT itu tidak sama untuk setiap PTN, sehingga bila BOPTN dirumuskan sesuai jumlah mahasiswa tentu tidak adil. \"Sebaran UKT di Unej itu hanya UKT 1 dan UKT 2 yang hanya berkisar Rp500 ribu hingga Rp1 juta, bahkan jumlah mencapai 53 persen, karena itu kalau BOPTN didasarkan jumlah mahasiswa, tentu bagi kami akan sangat menyulitkan, karena itu harus ada rumusan sesuai sebaran UKT,\" katanya. Sementara itu, Rektor ITS Prof Joni Hermana mengharapkan pemerintah masuk dalam keanggotaan asosiasi universitas pada tingkat Asean atau Asia agar PTN/PTS yang ada di Indonesia bisa sejajar dengan mereka. \"Kalau pemerintah menjadi anggota asosiasi universitas di Asean atau Asia itu akan meringankan beban kami, sebab kalau kami yang mengikuti standar mereka akan membayar biaya akreditasi senilai Rp50 juta per jurusan, padahal MEA sebentar lagi datang,\" katanya. Senada dengan itu, Rektor Unibraw Malang Prof M Bisri meminta DPR untuk membenahi pola akreditasi, karena BAN-PT mengalami keterbatasan asesor untuk melakukan akreditasi ribuan PTN/PTS, sehingga kini ada lembaga akreditasi mandiri (LAM). \"Masalahnya, LAM itu mirip swasta, karena akreditasi untuk satu jurusan saja dikenai Rp80 juta, padahal akreditasi universitas pada skala Asean atau Asia saja hanya Rp50 juta, karena itu sebaiknya pemerintah menambah asesor BAN-PT saja, tentu dengan dukungan anggaran,\" katanya. (*)
Anang Hermansyah Dukung Revisi BOPTN- UKT-Akreditasi
Kamis, 7 Mei 2015 20:23 WIB