Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Pakar hukum tata negara Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Dr Adam Muhshi menyebut bahwa Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2025 bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025.
"Peraturan Polri itu merupakan bentuk pelanggaran terhadap Putusan MK, sehingga dapat dikatakan bahwa peraturan tersebut sebagai bentuk ingkar konstitusional," kata nya dalam keterangan tertulis yang diterima di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Jumat.
Menurutnya formula awalnya yaitu Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (UU Polri) menentukan bahwa anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah pensiun atau mengundurkan diri dari dinas kepolisian.
"Selanjutnya penjelasan pasal 28 ayat (3) UU Polri tersebut menyatakan bahwa yang dimaksud dengan jabatan di luar kepolisian adalah jabatan yang tidak memiliki sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri," tuturnya.
Penjelasan Pasal 28 ayat (3) yang selama ini menjadi pijakan bagi anggota Polri untuk menduduki jabatan sipil di luar institusinya yang tidak termasuk dalam ruang lingkup tugas Polri tanpa perlu mengundurkan diri atau pensiun, tetapi cukup mendapatkan penugasan dari Kapolri.
"Kemudian formula itu telah diubah oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang menyatakan bahwa frasa "atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri" dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat lagi," katanya.
Ia menjelaskan putusan MK itu tentu saja berlaku langsung seketika sejak dibacakan dan putusan MK itu berlakunya menggantikan ketentuan UU Polri yang dinyatakan inkonstitusional, sehingga penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri yang berlaku saat ini adalah yang dimaksud jabatan di luar kepolisian adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian.
"Konsekuensinya, sejak saat putusan MK 114/2025 dibacakan, maka sejak saat itu pula Kapolri
seharusnya menarik seluruh anggotanya yang sedang menduduki jabatan sipil," kata Adam yang juga Wakil Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) Jatim.
Atau jika tidak ditarik kembali ke tubuh Polri, maka tidak ada jalan lain kecuali anggota Polri yang bersangkutan harus mengundurkan diri sebagai anggota Polri.
"Tentu saja, Kapolri juga tidak bisa lagi memberikan surat penugasan baru kepada anggotanya untuk menempati jabatan-jabatan sipil di kementerian/lembaga lain yang tak diperbolehkan oleh amar putusan MK itu," katanya.
Adam mengatakan sudah seyogianya Presiden Prabowo Subianto memerintahkan Kapolri untuk segera mencabut Peraturan Polri No. 10 tahun 2025 tersebut.
"Jika Kapolri tak patuh, Presiden harus segera mencabut peraturan tersebut dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang menjadi wilayah kewenangan Presiden, sehingga hal itu menjadi kewajiban moral bagi Presiden Prabowo," ujarnya.
Ia mengatakan beban masyarakat sudah terlalu banyak dan hampir tiap waktu mendapatkan suguhan carut marutnya penegakan hukum, sehingga jangan ditambahi beban masyarakat dengan masih memberikan pekerjaan untuk mengajukan judicial review Peraturan Polri 10/2025 ke Mahkamah Agung.
