Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Pakar hukum sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Jember Ahmad Suryono menilai bahwa draf Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang kini tengah dibahas oleh DPR RI mencerminkan kaidah hukum berkeadilan.
"Secara substansi, draf RUU KUHAP telah menunjukkan upaya serius dalam memperbarui sistem hukum acara pidana Indonesia agar lebih mencerminkan asas keadilan dan perlindungan terhadap hak-hak warga negara," katanya di kampus setempat, Senin.
Draf RUU KUHAP itu menjadi pembahasan pada forum-forum akademis di tingkat nasional dan menuai beragam tanggapan dari kalangan pakar hukum. Di tengah kritik terhadap sejumlah pasal kontroversial, Ahmad Suryono justru memberikan pandangan yang lebih optimis.
"RUU KUHAP itu merupakan bentuk reformasi hukum yang sangat dibutuhkan. Sebagian besar substansinya sudah bergerak ke arah penguatan prinsip fair trial, perlindungan terhadap hak tersangka dan terdakwa, serta penguatan para Aparat Penegak Hukum (APH)," tuturnya.
Menurutnya pembaruan terhadap KUHAP yang saat ini masih menggunakan produk hukum era Orde Baru (UU No. 8 Tahun 1981) memang sudah mendesak mengingat dunia hukum telah berkembang dan tantangan penegakan hukum semakin kompleks, serta masyarakat kini lebih sadar akan hak-haknya.
"Untuk itu revisi terhadap KUHAP harus disambut dengan positif, selama prinsip keadilan tetap menjadi pijakan utama. Salah satu poin yang saya soroti adalah penguatan prinsip-prinsip due process of law dalam draf RUU tersebut karena ada upaya nyata untuk mengedepankan asas praduga tak bersalah dan memperkuat hak tersangka dalam proses hukum," katanya.
Ia menjelaskan RUU itu mengatur dengan lebih rinci mengenai batasan waktu penahanan, hak untuk didampingi penasihat hukum sejak awal pemeriksaan, hingga mekanisme gugatan pra-peradilan yang diperluas, sehingga hal itu merupakan langkah maju.
Kendati demikian, Ahmad Suryono mengingatkan bahwa tantangan utama bukan hanya pada tataran normatif, tetapi juga pada bagaimana undang-undang itu akan diimplementasikan di lapangan dan menekankan perlunya keseriusan negara dalam menyiapkan infrastruktur, pelatihan aparat penegak hukum, serta sistem pengawasan yang kuat.
"Sebagus apapun undang-undangnya, jika tidak disertai komitmen dalam pelaksanaan, maka keadilan hanya akan jadi retorika. Maka yang dibutuhkan bukan hanya regulasi, tapi juga kesadaran etis dan profesionalitas dari aparat penegak hukum," ujarnya.
Ia juga mengajak seluruh elemen masyarakat, khususnya akademisi dan praktisi hukum untuk tidak hanya fokus pada kritik, tetapi juga turut memberi masukan konstruktif dan terlibat dalam mengawal proses pembentukan undang-undang itu.
"Fakultas Hukum Unmuh Jember siap menjadi bagian dari proses itu. Kami akan menyelenggarakan forum akademik untuk membahas draf RUU KUHAP secara mendalam," katanya.
Menurutnya beberapa kegiatan telah dilaksanakan yakni Diskusi Publik, Ngaji Hukum dengan tema RUU KUHAP, Seminar Nasional dan Call For Paper, sehingga hasil dari kegiatan itu akan disampaikan kepada DPR RI dan pemerintah sebagai rekomendasi.
Ia mengatakan pembaruan KUHAP tidak hanya menyangkut soal teknis hukum, tetapi juga mencerminkan arah kebijakan hukum pidana nasional ke depan, apakah ingin sistem hukum yang represif atau sistem hukum yang menjunjung tinggi martabat manusia dan hak asasi, sehingga RUU itu akan menjadi penentu arahnya.
"Draf RUU KUHAP merupakan peluang besar untuk memperkuat sistem hukum nasional yang adil, transparan, dan beradab. Namun keberhasilannya akan sangat bergantung pada partisipasi publik, komitmen lembaga negara, dan konsistensi dalam implementasi di lapangan," ujarnya.