Satpol Surabaya Ungkap Data Baru Toko Modern Ilegal
Selasa, 24 Maret 2015 18:14 WIB
Surabaya (Antara Jatim) - Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol) PP Kota Surabaya mengungkap data baru toko modern atau swalayan yang tidak memiliki kelengkapan perizinan atau ilegal.
Kepala Satpol PP Kota Surabaya Irvan Widyanto di Surabaya, Selasa mengatakan berdasarkan data terbaru yang dimilikinya ada perubahan data yang signifikan terkait jumlah toko modern.
"Kami punya data terbaru setelah kami beberapa waktu lalu memberikan stiker peringatan di tiap-tiap toko swalayan yang tak berizin," ujar Irvan Widyanto saat rapat dengar pendapat di ruang Komisi C DPRD Surabaya.
Menurut dia, berdasarkan data sebelumnya jumlah toko swalayan di Surabaya mencapai 667. Namun setelah pihaknya memberikan stiker peringatan kedua kepada sejumlah toko modern, jumlahnya berkurang menjadi 578 toko modern dengan rincian, 182 diketahui telah mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB), sementara sisanya yang mencapai 396 tidak memiliki izin gangguan (HO).
Irvan menegaskan, dalam rencana penegakkan peraturan daerah (perda) selama ini pihaknya selalu mengedepankan proses administratif. Itu artinya, Satpol PP tidak akan sembarangan dalam melakukan penutupan sebelum prosedur yang semestinya sudah dijalankan.
"Dalam melakukan penertiban, kita menjadikan proses administratif sebagai panglima. Apa isntruksi yang ada di dalam Perda itulah yang kita jalankan," tegasnya.
Semantara itu, Plt Kepala Dinas Cipta karya dan tata ruang (DCKTR) Surabaya Eri Cahyadi menuturkan dalam rencana penertiban toko modern penertiban ada dasar hukum yang digunakan yaitu berupa Perda No. 7 Tahun 2009 tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Perda Nomor 4 tahun 2010 tentang izin gangguan (HO).
Menurut Eri, untuk rencana penertiban toko modern pihaknya memakai dasar HO mengingat untuk IMB sudah ada beberapa toko swalayan yang telah memilikinya.
"Untuk penertiban sekarang kita pakai dasar HO. Jadi yang belum memiliki izin gangguan itu yang kita tertibkan," kata Eri.
Suasana rapat dengar pendapat sempat memanas ketika anggota Komisi C Akhmad Suyanto meminta agar Satpol PP tidak menerapkan standar ganda dalam melakukan penetiban.
Akhmad Suyanto mencontohkan pemberian stiker kepada Alfamidi di Jalan Kartini yang tanpa didahului dengan Surat Peringatan (SP) satu, dua. Padahal untuk beberapa toko swalayan yang lain, pemberian SP selalu diberikan sebelumnya.
"Saya minta penjelasan soal itu. Kapan Alfamidi itu diberi, ini harus dijelaskan dan kenapa?" ujar Yanto dengan suara lantang.
Kepala Satpol PP Kota Surabaya Irvan Widyanto menjelaskan pemberikan stiker untuk Alfamidi di Jalan Kartini dilakukan pada tanggal 3 Maret. Menurutnya, pemberikan stiker itu dilakukan setelah pihaknya menerima bantuan penertiban dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR).
"Alfamidi itu sebagai contoh. Waktu itu yang kita gunakan adalah Perda IMB," jawab Irvan.
Mendapat jawaban demikian, Akhmad Suyanto kemudian mempertanyakan kebijakan Satpol PP yang tidak menerapkan kebijakan serupa bagi toko modern yang lain. Menurut dia, jika Alfamidi di Jalan Kartini dibantu penertiban (bantib), mestinya toko modern yang lain juga diperlakukan sama.
"Kalau semua pakai bantib berarti tidak perlu lagi SP I, II dan III. Lalu kenapa lainnya tidak dibantib juga yang 396 itu," sergahnya.
Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini semakin lantang ketika Ketua Komisi C Syaifudin Zuhri memintanya untuk diam. Syaifudin meminta agar permasalahan soal bantib dihentikan karena dalam forum dengar pendapat kali ini membahas soal toko modern secara keseluruhan.
"Jangan membela pemkot. Rakyatlah yang harus kita bela. Saya ini anggota anda, jadi saya pasti mendengarkan dan menaati sampean," katanya.
Tidak hanya itu, ia juga meminta agar asisten II Sekkota Surabaya M. Taswin tidak dijadikan kambing hitam dalam permasalahan ini. Sebab yang perlau dijawab sekarang kenapa 396 toko swalayan yang lain tidak dibantib seperti Alfamidi di jalan Kartini.
Irvan kemudian menjelaskan jika pemberian bantib oleh DCKTR kepada satpol PP berarti sudah ada sosialisasi sebelumnya yang dilakukan Dinas Cipta Karya kepada pihak terkait. Irvan menjelaskan, pelanggaran oleh Alfamidi adalah soal IMB.
"Sebelumnya proses sudah dilakukan oleh DCKTR dengan memberikan surat dan pemanggilan karena tidak dihiraukan akhirnya dikeluarkan bantib," terangnya.
Tidak mau berdebatan ini terus berlanjut, anggota Komisi C lainnya Mochammad Machmud meminta agar rapat kali ini ditutup sebab yang ditunggu oleh seluruh anggota dewan adalah langkah konkrit dari satpol PP dalam menertibkan toko swalayan.
"Lebih baik ditutup saja pak ketua. Kita menunggu langkah nyata saja dari pemkot," katanya.(*)