Arti Persahabatan Melalui Burung Nuri Hijau
Jumat, 26 Juli 2013 19:38 WIB
Oleh Bayu Prasetyo
Semilir angin sejuk yang bercampur aroma dedaunan khas hutan hujan tropis di Pos Perbatasan Skouw wilayah Indonesia dengan Wutung wilayah Papua Nugini begitu menenangkan hati.
Di pos penjagaan Pengamanan Perbatasan (Pamtas) 08/ Skouw Satuan Tugas Batalyon Infanteri (Yonif) 412 Raider duduk beberapa prajurit TNI AD selaku penjaga keamanan perbatasan wilayah Skouw-Wutung yang bertugas selama 24 jam setiap harinya.
Di depan gerbang Pos Pamtas Yonif 412 berdiri sejumlah palang besi dan kayu seadanya dicat berwarna merah putih. Kendati demikian, penghalang itu tidak memperlihatkan kesan TNI AD yang "angker".
Masuk ke dalam Pos Pamtas, pengunjung akan diminta oleh prajurit jaga di pos untuk menyerahkan tanda pengenal seperti kartu tanda penduduk (KTP) maupun surat izin mengemudi (SIM) sebagai syarat masuk ke perbatasan.
Begitu meminta bertemu dengan komandan pos, prajurit TNI bernama Hanurama segera mengkoordinasikan dengan atasannya bahwa ada tamu yang ingin melihat perbatasan di timur Indonesia itu.
Sesaat kemudian, Letnan Satu Bonny Prima dari Yonif 412 segera memperkenalkan diri sebagai Komandan Pos Pamtas di wilayah Skouw.
Dia kemudian mempersilakan pengunjung untuk duduk di dalam ruangan yang terbuat dari kayu serta bambu yang diatapi oleh seng bercat hijau "army" serta merah putih.
"Saya Bonny sebagai Komandan Pos Pamtas di sini, ada yang bisa saya bantu dan selamat datang di perbatasan," demikian Bonny menyambut pengunjung yang tiba di rumah kayu tanpa kaca itu, menggeser kesan "angker" seorang prajurit TNI AD.
Kicauan burung nuri hijau atau nuri bayan (Eclectus roratus) di dalam kandang berukuran 2 meter di halaman rumput di belakang rumah kayu itu menambah kesan nyaman dan menyejukkan hati ditambah angin sejuk dari pegunungan di selatan perbatasan.
"Oh itu pemberian dari warga Papua Nugini yang menyeberang ke wilayah Indonesia untuk mencari burung. Mereka berikan burung itu kepada kami sebagai bentuk rasa terima kasih," kata Lettu Bonny Prima kepada Antara di Skouw, Rabu (24/7).
Dia mengatakan banyak warga Papua Nugini yang melakukan aktivitas di wilayah Indonesia karena mereka masih memiliki tanah ulayat di wilayah Merah Putih.
Mengenai burung nuri hijau tersebut, Bonny mengatakan Satgas Pamtas mau tidak mau harus menerima pemberian tersebut guna menghargai perasaan si pemberi.
"Kalau kami menolak, mereka akan kecewa kepada kami. Oleh karena itu kami menerima burung tersebut dan memeliharanya," kata Bonny.
Bahkan jika burung nuri tersebut jumlahnya berkurang karena mati atau ada pejabat dari Kota Jayapura yang meminta burung tersebut, sang pemberi burung akan menanyakan kemana burung tersebut.
"Pernah ada pejabat yang membawa sejumlah burung ini ke Jayapura, dan suasana kandang jadi terlihat lebih longgar. Kemudian beberapa hari kemudian si pemberi burung menanyakan ke mana burungnya, mati yah? Lalu dia mengatakan akan memberikan lagi burung yang sama sebagai pengganti," jelas Bonny sembari tersenyum memandang burung tersebut.
Setidaknya hal itu bisa menjadi semangat bagi kawan-kawan prajurit TNI AD, bahwa ada masyarakat sekitar yang menghargai dan menyayangi mereka sebagai penjaga keamanan di wilayah itu.
Bonny mengaku pemberian yang didapat dari warga tidak hanya sekedar burung Nuri, melainkan sayur mayur hasil bumi setempat seperti daun singkong serta buah pisang.
"Kami pernah diberi pisang satu tandan besar-besar. Padahal itu untuk mereka bawa pulang untuk konsumsi. Kami tidak meminta, tapi mereka memberinya secara sukarela," tukas Bonny.
Ketika ditanya bagaimana kunci menjaga perbatasan yang baik sehingga tidak pernah terjadi hal yang tidak diinginkan seperti kontak senjata maupun penyelundupan, Bonny menjawab penjagaan dilakukan sesuai prosedur tetap dan yang terpenting adalah memberi sapaan serta kebaikan kepada masyarakat sekitar.
Menurut Bonny, selama Satgas Pamtas menjaga perbatasan hampir enam bulan, prajurit tidak pernah mengalami kejadian luar biasa tersebut.
"Kami di sini selain menjaga dengan disiplin dan sesuai prosedur tetap, prajurit juga harus memberi kebaikan kepada masyarakat sekitar karena mereka juga tidak ingin dikasari. Ya to?" kata Bonny yang berlogat bahasa khas masyarakat Papua.
Seperti halnya menerima pemberian burung nuri dan sayur, Bonny serta kawan-kawan prajurit tidak pernah menganiaya atau mengejek warga sekitar.
"Kalau kami baik maka mereka pun baik kepada kami, itu kuncinya sudah. Persahabatan bisa dibangun dari hal-hal kecil seperti penerimaan burung ini dan kesopanan kami kepada warga," jelas Bonny.
Seluruh jumlah prajurit yang berjaga di Pos Pamtas Yonif 412 sebanyak 21 orang dan biasanya periode waktu pertukaran prajurit adalah selama enam bulan.
Bonny mengatakan bulan Juli merupakan bulan ke enam penempatan mereka di perbatasan Indonesia-Papua Nugini dan saat ini sedang menunggu kabar dari Mabes TNI AD untuk pergantian.
"Masih belum ada kabar (waktu pergantian penjagaan). Mudah-mudahan kami berharap setelah lebaran bisa dilaksanakan. Kendati demikian kami disini tetap ikhlas menjalani tugas menjaga negara apapun resikonya," kata Bonny.
Masyarakat sebagai keluarga
Kicau nuri hijau di belakang rumah kayu di Pos Pamtas Skouw mulai terdengar samar seiring rintik hujan datang mengguyur kawasan yang dikelilingi oleh hutan berpohon tinggi di sisi selatan dan hutan belukar di sisi utara yang langsung berbatasan dengan Samudera Pasifik.
"Inilah rumah kami. Di belakang markas kami memelihara 'entog' (sejenis unggas mirip bebek). Bahkan kalau sudah bertelur kami suka membagi dengan masyarakat sekitar," kata Bonny.
Sepertinya masyarakat di wilayah perbatasan Skouw-Wutung memang sudah akrab dengan prajurit Yonif 412. Hal itu diperlihatkan dari rasa saling memberi dan menerima yang begitu hangat.
Rumah kayu dengan luas sekitar 16 meter persegi itu memiliki satu televisi LCD merk Polytron yang terletak di bagian atas dinding kayu.
"Itu televisi bersama. Jika sudah malam, banyak warga yang datang ke pos untuk menonton acara televisi di sini. Ada yang membawa makanan, minuman dan mereka membaginya bersama dengan kami," kata Bonny tersenyum.
Karena aliran listrik PLN belum mencapai kawasan tersebut, maka masyarakat terpaksa mengandalkan hiburan yang ada di Pos perbatasan.
Memang masyarakat di wilayah Skouw tidak memiliki aliran listrik tetap. Mereka memanfaatkan generator diesel untuk menghasilkan listrik bagi penerangan rumah.
"Kalau kami menggunakan 'solar cell' sebagai sumber listrik. Namun kalau cuaca mendung seperti ini maka baterai hanya akan terisi setengah," kata Bonny.
Dia mengatakan Pos memiliki generator diesel cadangan jika tenaga listrik dari solar cell padam.
Biasanya, jelas Bonny, kekuatan listrik solar cell bisa bertahan sejak pukul 17.00 hingga waktu Subuh tiba.
Oleh karena itu masyarakat sekitar menggunakan rumah kayu tersebut sebagai tempat untuk mencari hiburan sekedar menonton siaran televisi.
"Kami suka menonton pertandingan sepak bola bersama, namun terkadang acaranya diacak dan gambar kurang bagus karena kami menggunakan televisi satelit berbayar. Mungkin terhalang pegunungan juga," kata Bonny.
Namun dia mengaku hal itu semakin membuat masyarakat dekat kepada prajurit Yonif 412/R dan menjadi keluarga hangat ditengah dinginnya malam pegunungan di wilayah Skouw.
"Kehangatan keluarga kami ada di sini dan kebersamaan-lah yang membuat kami rela bertanggung jawab menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia," tegas Bonny. (*)