Disbudpar Bojonegoro Belum Evakuasi Temuan Batu Kuno
Senin, 10 Desember 2012 15:52 WIB
Bojonegoro - Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bojonegoro masih belum mengevakuasi temuan batu kuno yang diperkirakan peninggalan jaman Hindu yang masih tersimpan di Puskesmas Trucuk, di Desa Trucuk, Kecamatan Trucuk.
"Kami masih menunggu Tim Arkeolog Balai Penelitian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan, Mojokerto untuk mengevakuasi benda batu kuno itu," kata Kepala Bidang Pengembangan dan Pelestarian Budaya Disbudpar Bojonegoro, Saptatik, Senin.
Ia menjelaskan evakuasi dengan mendatangkan Tim Arkeologi BP3 Trowulan itu, agar ada pengawasan, sehingga ketika pelaksanaan evakuasi temuan batu kuno itu tidak rusak.
"Sesuai rencana batu kuno akan disimpan di Museum Rajekwesi," jelasnya.
Sesuai pendataan, jelasnya, batu kuno itu terdiri dari tiga bagian yang terpisah dengan ketebalan masing-masing 17 centimeter berbahan batu gampingan klasika.
Satu batu berbentuk segitiga ukuran sisi 60 centimeter, tinggi 30 centimeter, alas 90 centimeter, terdiri dari tiga lubang cekungan rata-rata berdiameter 10 centimeter dengan kedalaman lima centimeter.
Batu persegi panjang dengan ukuran 120 centimeter X 70 centimeter, terdiri dari 62 lubang cekungan dan batu bujur sangkar dengan ukuran 47X47 centimeter, terdiri dari sembilan lubang cekungan.
Ia menegaskan temuan batu kuno itu, bukan "dakon" atau peralatan permainanan anak-anak, sebagaimana yang diyakini warga di sekitar Kecamatan Trucuk.
Namun, lanjutnya, batu kuno itu di jaman Hindu-Budha, merupakan alat yang biasa dimanfaatkan untuk menghitung hari baik, yang menjadi tradisi Jawa di Jaman Hindu-Budha, misalnya untuk menentukan hari pernikahan.
Seorang karyawan di Puskesmas Trucuk, Bojonegoro Faisol menyatakan, benda batu di lingkungan puskesmas setempat, diketahui ketika lokasi setempat yang semula dipenuhi tumbuh-tumbuhan liar dimanfaatkan untuk bangunan Puskesmas Pembantu Trucuk pada 1986.
Warga, menurut dia, termasuk karyawan di Puskesmas Trucuk, mengangap benda batu yang di atasnya terdapat sejumlah lubang itu, merupakan peralatan "dakon".
"Enam tahun lalu saya sudah bertugas di sini, ya saya anggap 'dakon', sebab di batu itu ada lubang-lubangnya," ucapnya. (*)