Temuan Perahu Kuno Bojonegoro Bisa Dihapus
Selasa, 2 Agustus 2011 13:14 WIB
Bojonegoro - Temuan perahu kuno di perairan Bengawan Solo di Desa Padang, Kecamatan Trucuk, Bojonegoro, Jawa Timur (Jatim), yang diperkirakan buatan tahun 1617 bisa dihapus dari data temuan purbakala, akibat mengalami kerusakan yang cukup parah.
Kepala Bidang Pengembangan dan Pelestarian Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Bojonegoro, Saptatik, Selasa, mengatakan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Jawa Timur, menyarankan temuan perahu kuno di perairan sungai terpanjang di Jawa tersebut dihapus dari data kepurbakalaan.
"Disbudpar Jatim sendiri menyerahkan penanganan dan perawatan perahu kuno temuan tersebut kepada daerah, tapi kalau memang daerah kesulitan biaya, maka perahu kuno tersebut bisa dimusnahkan dan tidak masuk daftar benda purbakala yang membutuhkan biaya perawatan," katanya.
Ia mengaku pihaknya sudah beberapa kali mengusulkan biaya perawatan perahu kuno melalui APBD, tapi usulan itu juga tidak kunjung mendapatkan persetujuan.
Menurut dia, perahu kuno yang ditemukan warga pada Oktober 2005 di perairan Bengawan Solo di desa setempat itu mengalami kerusakan cukup parah. Seluruh badan kayu yang panjangnya 25 meter dengan lebar empat meter tersebut, kondisinya nyaris hancur semua.
"Kerusakan perahu terjadi akibat tidak dilengkapi pelindung, sehingga kalau panas akan kepanasan, kalau hujan akan kehujanan," katanya.
Padahal, dalam menangani perahu kuno tersebut, dana yang dikeluarkan dari berbagai pihak tidak sedikit, termasuk dana dari APBD yang dimanfaatkan untuk membebaskan tanah seluas 4.000 meter persegi yang rencananya dimanfaatkan membangun museum perahu kuno, juga fasilitas lainnya.
"Rencana awal, lokasi perahu kuno itu bisa menjadi objek wisata yang menyatu dengan Bendung Padang di Bengawan Solo," katanya.
Berdasarkan data penelitian, sebagian besar perahu kuno tersebut dibuat dari kayu jati (Tectona grandis-Verbenaceae) dengan pasak dari kayu Jambu Jine (Flindersia sp- Rutaceae). Kayu Jambu Jine hanya dijumpai di kawasan Timur Indonesia sampai Australia.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perahu tersebut tidak dibuat di Jawa, melainkan dibuat di Sulawesi Tenggara, termasuk Muna yang memiliki tanaman kayu jati alam.
Perahu tersebut diperkirakan mengarungi laut pada zaman Kerajaan Goa dan Mataram, lalu perahu itu sempat menelusuri Bengawan Solo pada abad 17 M sebelum akhirnya tenggelam di perairan Bengawan Solo.
Penggunaan pasak dari kayu Jambu Jine yang berkelas awet rendah diduga sebagai salah satu penyebab rusak dan karamnya perahu tersebut.