Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mendorong dilakukan peninjauan tata ruang di wilayah empat Daerah Aliran Sungai (DAS) di sekitar Jabodetabek untuk memastikan keberadaan kawasan lindung yang dapat menopang serapan air.
Dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, Dirjen Pengendalian DAS dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH) Kemenhut Dyah Murtiningsih menyampaikan bahwa kawasan hutan yang tersisa dari DAS Ciliwung, DAS Kali Bekasi, DAS Cisadane dan DAS Kali Angke, adalah seluas 47.705 hektare atau 12,23 persen dari luas total keempat DAS tersebut yang menjadi salah satu faktor banjir di Jabodetabek.
"Ya tentu saja kita kemarin juga mengusulkan atau menyarankan untuk me-review tata ruang. Pada kondisi-kondisi topografi yang miring, itu memang sebaiknya di dalam APL (Areal Penggunaan Lindung) itu fungsinya adalah fungsi lindung karena memang tadi seperti yang kami jelaskan bahwa kodratnya itu air itu turun dari atas ke bawah," kata Dyah Murtiningsih.
Baca juga: Cegah banjir, Kemenhut akan lakukan rehabilitasi di 4 DAS penting
Dia mengatakan memang sebelumnya terdapat aturan bahwa setidaknya 30 persen luas dari DAS adalah kawasan hutan sebagai sistem penyangga. Namun, aturan itu dihapus dalam Undang-Undang Cipta Kerja dengan pemerintah kemudian mengatur luas kawasan yang harus dipertahankan sesuai dengan kondisi dari DAS tersebut.
Terkait hal itu, dia mengatakan perubahan fungsi lahan kawasan lindung secara khusus di wilayah APL, juga menjadi faktor dalam kejadian banjir yang baru-baru ini terjadi di wilayah Jakarta dan sekitarnya, termasuk di Bekasi dan Tangerang Selatan.
Kemenhut sendiri sudah melakukan koordinasi dengan sejumlah pihak untuk melakukan langkah korektif, termasuk dengan Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Pangan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) serta Pemerintah Kabupaten Bogor, dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat.
Baca juga: KLH soroti perubahan signifikan area lindung picu banjir Puncak Bogor
"Itu menurut saya menjadi sesuatu yang perlu untuk dilakukan review kembali dan sehingga bisa dilakukan. Juga ada langkah mitigasi yang harus dilakukan. Mitigasi dan adaptasi pada kondisi sekarang memang sudah seperti itu. Jadi memang sudah, misalkan sudah ada pemukiman, harus adaptasi. Kemudian mitigasi risikonya itu juga harus perlu dipikirkan," tuturnya.
Langkah mitigasi termasuk melakukan penanaman kembali di kawasan hutan, terutama yang berada dalam topografi miring untuk menjadi penahan turunnya air dan tanah dari daerah hulu menuju ke daerah di bawahnya.
Untuk adaptasi, Kemenhut mengusulkan perbaikan drainase di sekitar wilayah pemukiman dan pembangunan sumur resapan serta biopori untuk menyerap air ke dalam tanah.
Baca juga: Kemenhut lakukan pengawasan di 4 DAS penting, temukan isu tata ruang