Pakar ITS: Kecelakaan Selat Sunda Akibat Buruknya SKK
Kamis, 27 September 2012 16:45 WIB
Surabaya - Pakar transportasi laut ITS Dr RO Saut Gurning ST MSc memprediksi penyebab kecelakaan kapal motor dengan kapal tanker di Selat Sunda (26/9) adalah buruknya sistem komunikasi kelautan (SKK).
"Itu terjadi akibat SKK yang buruk, tapi kita tidak tahu apakah masalahnya ada pada SKK dari kapal kita atau SKK dari kapal asing itu. Yang jelas, kalau SKK itu berjalan normal, tentu kecelakaan itu tak perlu terjadi," katanya di Surabaya, Kamis.
Didampingi rekannya sesama dosen Jurusan Teknik Sistem Perkapalan di Fakultas Teknologi Kelautan (FTK) ITS Dr.Eng Trika Pitana ST MSc, ia mengemukakan hal itu menanggapi kecelakaan kapal di Selat Sunda pada Rabu (26/9) dini hari.
Kapal motor Bahuga Jaya milik PT Atosim Lampung Pelayaran yang sedang menempuh perjalanan dari Pelabuhan Merak ke Lampung itu akhirnya tenggelam setelah ditabrak Kapal Tanker MT Norgas Chatinka pada Rabu (26/9) pukul 04.50 WIB.
Kecelakaan pada 4 mil dari Bakauheni, Lampung itu menyebabkan delapan penumpang kapal Bahuga tewas, 146 penumpang selamat, dan 69 penumpang masih dalam proses pencarian yang melibatkan prajurit TNI AL itu.
Menurut dia, indikasi tidak berjalannya SKK pada kapal motor Bahuga Jaya itu sangat mungkin, sebab mayoritas SKK milik kapal Indonesia memang buruk, sehingga kecelakaan justru sering terjadi di wilayah persilangan dan pelabuhan, bukan di lautan.
"Tapi, sangat mungkin SKK milik kapal berbendera Singapura itu juga ada masalah, namun bukan SKK-nya yang buruk, melainkan mereka tidak memberi respons melalui SKK miliknya, sebab kecelakaan itu terjadi pada dini hari," katanya.
Senada dengan itu, rekannya Dr.Eng Trika Pitana ST MSc menyatakan pemerintah hendaknya memberikan perhatian pada SKK pada sejumlah kapal Indonesia, sebab kepadatan arus lalu lintas di perairan Indonesia sekarang semakin tinggi, terutama di perairan Jawa, Malaka, Banda, dan Makassar.
"SKK itu memang mahal hingga sekitar 10 persen dari harga sebuah kapal, karena alatnya memang banyak mulai dari radar, radio amatir, EPIRB (emergency potition indicator radio beacon), AIS (automatically indicator system), dan sebagainya. Yang mahal itu radar yang harganya bisa mencapai Rp100 juta," katanya.
Namun, kalau SKK itu tidak diperhatikan, maka potensi kecelakaan laut di Indonesia akan semakin tinggi, bahkan pemerintah perlu memberlakukan persyarakatan SKK yang sesuai standar SOLAS (Safety of Life at Sea) dan bila tidak akan dinyatakan kapal tidak laik jalan.
"Tidak hanya SKK, sistem evakuasi juga perlu diperhatikan, sebab kalau ada jaket pelampung, alarm, dan manajemen kepanikan, tentu korban tewas tidak akan banyak. Jadi, keselamatan laut harus memperhatikan SKK, sistem evakuasi, dan pengelolaan jalur pelayaran," katanya. (*)