Surabaya (ANTARA) - Pemulung di wilayah Provinsi Bali kehilangan penghasilan yang ditaksir mencapai 50 persen dampak dari larangan bagi produsen dengan produk di bawah 1 liter menggunakan kemasan plastik.
Ketua Umum Ikatan Pemulung Indonesia (IPI) Prispolly Lengkong mengungkapkan botol-botol air minum dalam kemasan (AMDK) berukuran di bawah 1 liter selama ini menjadi andalan penghasilan bagi keluarga para pemulung karena harganya yang lumayan tinggi.
"Tentunya Surat Edaran Gubernur Bali Wayan Koster yang melarang produksi AMDK di bawah satu liter menggunakan kemasan plastik akan sangat berdampak terhadap kehidupan para pemulung di Bali," katanya melalui keterangan tertulis yang diterima di Surabaya, Senin.
Dia memperkirakan penurunan para pemulung di Bali bisa anjlok hingga 50 persen dengan adanya pelarangan dari Gubernur Koster itu.
"Harga botol-botol AMDK yang dilarang itu jauh lebih mahal dari jenis plastik lainnya," ujarnya.
Diakui Sekretaris Jenderal Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) Eddie Supriyanto, botol air mineral di bawah satu liter merupakan material yang banyak dicari untuk diolah dengan ketat oleh para industri daur ulang plastik.
"Dengan adanya pelarangan terhadap para pengusaha AMDK untuk menggunakan kemasan plastik pada produksi ukuran di bawah satu liter di Bali, otomatis akan berdampak terhadap pasokan bahan baku daur ulang plastik," ujarnya.
Eddie menyarangkan Pemerintah Provinsi Bali seharusnya cukup melakukan pengelolaan sampah di wilayahnya sesuai Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga.
"Jika dilakukan pemilahan, kemudian dikumpulkan, akan melibatkan beberapa sektor ekonomi di sana, seperti pemulung, bank sampah, dan sebagainya. Ketika betul-betul dilakukan pemilahan maka pasokan plastik yang konon katanya plastik ini sangat mencemari lingkungan dan banyak berserakan itu bisa terserap di industri daur ulang," tuturnya.