Malang, Jawa Timur (ANTARA) - DPRD Kota Malang, Jawa Timur, memastikan tetap mengawal pelaksanaan kebijakan efisiensi anggaran yang menjadi salah satu tuntutan mahasiswa pada unjuk rasa yang berlangsung di kawasan Alun-Alun Tugu, Selasa.
Ketua DPRD Kota Malang Amithya Ratnanggani Sirraduhita ditemui seusai audiensi dengan peserta unjuk rasa di Kota Malang, mengatakan sejak Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025, pihaknya langsung berkomunikasi dengan seluruh pemangku kebijakan di wilayah setempat untuk memastikan kebijakan tersebut tidak berdampak pada pelayanan publik.
"Kami sudah mengawal kebijakan efisiensi ini sejak inpresnya diterbitkan, sebagai langkah memastikan bahwa prosesnya tidak mengganggu pelayanan kepada masyarakat," kata Amithya.
Proses mengawal kebijakan pusat yang juga diterapkan ke daerah ini sampai saat ini masih terus dilakukan. Bahkan juga berkoordinasi dengan jajaran DPRD Provinsi Jawa Timur dan DPR RI.
Tahapan itu memang harus dilakukan secara berjenjang agar penyampaian persoalan yang dihadapi oleh daerah kepada pemerintah bisa lebih masif dan tepat.
"Di masing-masing fraksi di level yang berbeda juga sama, melakukan hal itu. Kami sebagai wakil rakyat tanpa diminta pun tetap melaksanakan itu," ucapnya.
Meski begitu, dia menyadari dikarenakan baru diterapkan, kebijakan itu memantik kegelisahan dari kalangan masyarakat.
Oleh karena itu, Amithya kembali memastikan senantiasa mengawal penerapan kebijakan tersebut untuk skala daerah atau Kota Malang.
"Artinya kebijakan sudah dikeluarkan tetapi pirantinya itu belum settle dan kami sebetulnya dalam posisi menunggu. Yang bisa kami lakukan memitigasi dengan menyusun strategi," ujarnya.
Sementara itu, pada unjuk rasa di Kota Malang, para massa aksi yang datang dari kalangan mahasiswa membawa 14 poin tuntutan, salah satunya menyangkut kebijakan efisiensi anggaran.
Selain itu, beberapa tuntutan lain, di antaranya permintaan memprioritaskan anggaran pendidikan agar sesuai amanat konstitusi, tidak memotong anggaran kesehatan, usut tuntas pelanggaran hak asasi manusia (HAM), hingga penetapan Tragedi Kanjuruhan dan pembunuhan aktivis Munir sebagai pelanggaran HAM berat.
Pada unjuk rasa tersebut, mulanya massa aksi menyuarakan aspirasi di Jalan Tugu atau kawasan Alun-Alun Tugu, tetapi kemudian mereka mulai bergerak ke kantor DPRD Kota Malang yang berada di lokasi tersebut.
Saat di sana, ribuan peserta aksi menyelenggarakan aksi teatrikal dengan tiarap sembari menyanyikan lagu Tanah Airku. Setelah itu, beberapa orang nampak membawa ban dan membakarnya.
Tak berselang lama situasi memanas, massa aksi coba merangsek masuk ke dalam gedung DPRD yang sudah dijaga ketat oleh polisi.
Upaya massa pun berhasil hingga mereka berada tepat di depan pintu gedung itu. Pendemo dan petugas polisi terlibat ketegangan, aksi saling dorong pun tak terhindarkan.