Praktisi Media: Wartawan Harus Terapkan Jurnalisme Optimis
Kamis, 10 Mei 2012 22:18 WIB
Jakarta - Praktisi media televisi Satrio Arismunandar mengatakan jurnalisme optimis harus diterapkan dalam pribadi seorang wartawan, sehingga sejalan dengan misi ideal sebuah media massa yaitu mengutamakan kepentingan publik.
"Wartawan harus punya prinsip bahwa sebelum dia mencerahkan orang lain, dia harus mampu mencerahkan dirinya sendiri melalui berita yang dibuat," kata Satrio dalam sebuah diskusi publik menyambut peluncuran Anugerah Adiwarta 2012 yang bertema "Jurnalisme Optimis" di Jakarta, Kamis.
Satrio mengatakan sudut pandang pemberitaan media akan tergantung pada visi yang dimiliki oleh sebuah perusahaan pers, namun wartawan yang di lapanganlah yang menentukan hal itu.
"Prinsipnya berita yang ditulis maupun diberitakan merupakan ruang dari isi kepala wartawan itu sendiri, jadi kembali ke pribadinya masing-masing," kata Produser Eksekutif Trans TV itu.
Menurut dia, dalam dunia jurnalistik memang dikenal bahwa istilah "berita buruk adalah berita yang bagus", namun stigma itu hendaknya tidak diterjemahkan semata bahwa berita yang 'menjual' itu adalah berita tentang kekerasan, peperangan, penderitaan, serta kesengsaraan umat manusia.
"Idealisme pemberitaan harus ada, jangan sampai dikorbankan karena tujuan komersial seperti mengejar pendapatan iklan," katanya.
Hal yang senada dikatakan oleh pakar ilmu komunikasi, Jalaludin Rakhmat, yang memandang istilah "bad news is a good news" dengan lebih filosofis.
"Berita buruk itu bisa didefinisikan sebagai berita yang mengabarkan keburukan moral dan keburukan alami, misalnya perang, pembunuhan, penyakit dan penderitaan manusia lainnya," kata Jalal dalam kesempatan yang sama.
Menurut Jalal, berita buruk yang disampaikan kepada khalayak itu bisa dikemas dalam format yang juga disambut baik oleh masyarakat dan pemasang iklan.
"Jurnalisme positif tidak berarti kita hanya memberitakan fakta yang baik saja, termasuk juga memberitakan fakta yang buruk, tetapi dikemas sedemikian rupa sehingga menimbulkan dampak yang baik bagi masyarakat luas," katanya.
Namun, Jalal juga tidak menampik bahwa komersialisasi industri media juga mendukung idealisme yang akan disampaikan kepada khalayak.
"Saat ini media harus bertarung dalam beberapa pertarungan, terutama dari sisi komersial. Kalau terlalu idealis dan tidak memperhatikan pendapatan tentunya bisa bangkrut," katanya.
Diskusi publik bertajuk "Jurnalisme Optimis : Masihkah Stigma Itu Berlaku?" merupakan acara yang terselenggara atas kerja sama Anugerah Adiwarta 2012 dengan Asosiasi Televisi Lokal Indonesia.
Beberapa peserta dalam diskusi publik tersebut mengeluhkan berbagai pemberitaan negatif yang dikhawatirkan merusak mental masyarakat, terutama kalangan anak-anak yang kecanduan televisi.
Dalam acara tersebut juga dilakukan peluncuran Anugerah Adiwarta 2012 yang sudah memasuki penyelenggaraan tahun ke tujuh. Ajang itu merupakan perhargaan bergengsi bagi para jurnalis Indonesia. (*)