Surabaya (Antara Jatim) - Praktisi media yang juga perintis (founder) dan penyelia (editor) "Good News from Indonesia" (GNFI) Akhyari Hananto menilai saat ini sedang terjadi revolusi dalam dunia komunikasi yang didorong perubahan komunikasi melalui media sosial (digital).
"Media sosial punya peran sendiri dalam berkomunikasi antar pengguna," katanya dalam 'Dialog Komunikasi Publik: Inisiasi Kemitraan Kehumasan Perguruan Tinggi di Jatim' di Kampus C Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Rabu.
Data terakhir, sekitar 2,3 miliar orang di dunia menggunakan media sosial. Hal ini, menurutnya, harus disadari dan dimanfaatkan media massa serta pejabat informasi publik bila tidak mau tergilas zaman.
Akhyari mengatakan, kekuatan media sosial dapat dilihat pengaruhnya dalam pemilihan Amerika Serikat (AS) beberapa waktu lalu. Sebelum pemilihan dimulai, Hillary Clinton diprediksi menang mudah melawan Donald Trump. Media-media arus utama (mainstream) di AS bahkan secara terang-terangan mendukung Hillary.
"Tapi hasilnya dibalik oleh Donald Trump melalui kekuatan grassroots yang menggunakan media sosial," katanya.
Dia menjelaskan posisi pengguna internet di dunia saat ini mencapai 3,4 miliar orang. Sekitar 2,3 miliar orang pengguna media sosial dan 2 miliar pengguna mobile media sosial.
Indonesia sendiri, sekitar 127 juta pengguna internet. Dari jumlah itu, sekitar 65 persen merupakan anak-anak muda. "Mereka sangat besar, massif, dan aktif," ungkapnya.
Akhyari meminta potensi tersebut harus mampu dimanfaatkan humas dan media massa. Pengguna internet di Indonesia sangat aktif melakukan like, berkomentar, dan membagikan (share). Jadi, sebuah informasi yang dikeluarkan bisa dengan cepat menjadi viral.
"Viral ini merupakan teknologi internet yang baru. Efeknya berantai dan panjang. Akhirnya, revolusi dunia komunikasi sedang terjadi. Humas maupun media berada di dalamnya," tuturnya.
Sementara itu, Prof Rahmah Ida lebih menyoroti posisi humas PT. Menurut dia, beberapa tahun yang lalu humas dijabat orang-orang terbuang. Dampaknya, humas menjadi institusi yang tertidur. Namun, belakangan ini, citra itu mulai berubah.
"Bukan lagi orang-orang buangan yang menjadi humas," ujar Guru Besar FISIP Unair yang pakar komunikasi ini.
Dia menjelaskan humas dan media massa punya kepentingan berbeda. Untuk itu perlu dibangun kemitraan berdasar beberapa prinsip, di antaranya membangun hubungan yang baik dan mutual understanding atau sama-sama memahami kebutuhan.
"Yang patut diingat, masing-masing institusi punya karakteristik yang berbeda," terang Ketua Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) Jatim itu dalam dialog yang digagas PIH Unair dan juga dihadiri humas perguruan tinggi (PT) se-Jatim. (*)