Surabaya (Antara Jatim) - Praktisi media asal Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Surabaya Zainal Arifin Emka menilai bahwa antara pemerintah dan pers saling membutuhkan karena mampu memberikan manfaat terhadap informasi yang terpercaya.
"Keduanya pasti saling membutuhkan, tapi krisis hubungan antara keduanya akan terjadi saat muncul berita buruk," ujarnya di sela seminar pers dengan tema Implementasi Nawacita dalam Pemberitaan untuk membangun Optimisme Masyarakat, di Aula Diskominfo Jatim di Surabaya, Kamis.
Pemerintah, kata dia, dituntut mampu mengambil keputusan berdasarkan informasi yang memadai serta membuat penilaian independen.
"Hal ini hanya bisa dicapai bila mereka memiliki informasi faktual dan terpercaya. Itu hanya bisa didapat bila masyarakat memiliki kebebasan memperoleh informasi," ucapnya.
Kendati demikian, ia menekankan bahwa dalam pemberitaan pers tidak bisa mengubah citra program yang gagal menjadi seolah berjalan lancar, menciptakan citra pejabat jujur jika memang tak jujur, serta meyakinkan keterbukaan jika memang tidak terbuka.
"Pers juga tidak bisa menyanjung kemampuan pemerintah jika nyatanya memang tidak demikian," kata penulis buku sekaligus wartawan senior tersebut.
Lebih lanjut dikatakannya, media sudah mengemban tugas dan fungsi sebagai kontrol sosial sekaligus berfungsi mendidik atau membangun harapan dan optimisme masyarakat.
Yang pasti, lanjut dia, jika menghadapi berita buruk disarankan lembaga pemerintah tidak menutup-nutupi karena kredibilitas dinilai paling penting.
Pada kesempatan sama, Ketua PWI Jatim Akhmad Munir mengatakan keoptimistisan pers diawali dengan menciptakan berita positif, yaitu prestasi, potensi dan pendapat.
"Kata kuncinya adalah berita positif harus dilipatgandakan. Sedangkan terhadap respon berita negatif jangan dihindari, tapi lakukan responsif, reaktif dan jalankan sesuai regulasi pers," katanya. (*)