Surabaya (Antaranews Jatim) - Universitas Airlangga Surabaya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengumpulkan praktisi media guna membahas peran media dalam menciptakan kondisi aman dan damai pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jawa Timur 2018.
Kepala Pusat Informasi dan Humas (PIH) Unair Suko Widodo usai diskusi bertajuk "Media sebagai Garda Kampanye Damai Pilgub Jatim 2018" di FISIP Unair, Senin, yang menghadirkan praktisi media dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim dan pakar komunikasi itu mengatakan media punya berperan menciptakan kondisi damai melalui berita yang dibuatnya..
"Media punya peran. Tapi saat ini banyak kecurigaan terhadap netralitas media. Jika media `mainstream`, saya rasa masih netral. Namun media daring yang banyak muncul, memungkinkan," kata Suko.
Suko menjelaskan, salah satu masalah sosial yang muncul dalam pilkada adalah banyak bermunculnya siber media yang tumbuh luar biasa.
Dari catatan yang dipunyai Polda Jawa Timur, lanjut Suko, munculnya ujaran kebencian dari media daring ini sesuatu yang harus dicermati. Itulah yang melatarbelakangi pihaknya bekerja sama dengan KPU dan Bawaslu juga PWI untuk agar mewaspadai sekaligus membuat kerja sama untuk kampanye damai.
"Dari kampanye damai itu, kami harap para calon lebih mengedapankan visi misi calon dibanding personal identitas," ujarnya.
Dia menambahkan, saat ini kampanye hitam bisa jadi bumerang ketika sarana informasi sudah dicukupi. Dengan pendekatan setiap orang bisa mengabarkan, kampanye hitam akan rugi karena ketika dia ketahuan maka akan disalahkan oleh masyarakat.
"Ketika itu ditangkap maka pihak lawan akan mempublikasikan dan jadi bumerang. Kampanye hitam tidak layak. Generasi milenial lebih membutuhkan kecerdasan penjelasan apa yang akan dilakukan di masa depan kalau dia memimpin," ujarnya.
Pada kesempatan itu, pewarta LKBN Antara Fiqih Arfani yang menjadi salah satu panelis menyoroti faktor yang mendorong fenomena munculnya banyak media daring menjelang Pilkada Jatim 2018. Fiqih menyebut media tersebut sebagai media lapis kedua. Sebab dimiliki oleh jurnalis.
"Media ini jarang yang berbadan hukum karena ada hanya saat menjelang pesta demokrasi. Hanya media daring dadakan itu tak semmuanya sesuai kaidah dan berita fakta," kata Fiqih.
Sementara itu, Komisioner Bawaslu Jatim Aang Kunaifi mengatakan untuk menjaga peran media agar tetap netral, saat ini ada regulasi mengatur pasangan calon tidak diperkenankan iklan sendiri di media. Kecuali iklan itu difasilitasi.
Meski nanti sudah difasilitasi, namun Bawaslu mengenaskan akan tetap mengawasi media mana yang tidak berimbang dalam memberitakan.
"Kalau tidak diawasi dapat dimungkinkan konten pemberitaan akan tidak berimbang dan berbeda angle yang ingin disampaikan kepada pembaca," ujar Aang.
Dia mengungkapkan, Bawaslu sudah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) dan Dewan Pers serta KPU berkaitan dengan kenetralan media saat Pilkada.(*)