Jakarta (ANTARA) - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyatakan bahwa untuk memastikan Program Makan Bergizi Gratis efektif perlu memperhatikan budaya atau preferensi makan anak agar menu yang disajikan tidak terbuang sia-sia.
Pemengaruh kesehatan PB IDI dr. Tan Shot Yen menjelaskan, jika tidak sesuai kebiasaan atau budaya makannya, maka akan meningkatkan risiko sampah makanan (food waste). Menurut Tan, niat baik untuk mengedukasi siswa tentang kekayaan makanan nasional dalam program ini perlu dibarengi dengan perhatian terhadap kebiasaan dan preferensi makanan anak-anak.
Dalam siaran daring di Jakarta, Rabu, dia mencontohkan perubahan budaya makan pada anak-anak Indonesia bagian timur, yang kini mengonsumsi makanan orang Pulau Jawa seperti nasi kuning.
"Nah, anak-anak Indonesia Timur itu udah tidak makan lagi papeda, mereka tak kenal makan sagu. Kita yang belajar makan sagu sebagai orang Pulau Jawa, mereka ketawain," ujarnya.
Evaluasi Program Makan Bergizi Gratis, kata dia, perlu melibatkan anak-anak juga, terutama yang tidak menghabiskan makanannya, agar mengetahui apa yang dapat ditingkatkan.
Tan menyebutkan bahwa pemerintah dapat menggandeng ahli gizi lokal untuk menemukan cara guna mengolah makanan sedemikian rupa agar anak-anak lebih tertarik mengonsumsi menu yang disajikan.
"Yang lebih penting lagi adalah sangat tidak benar bahwa makanan sehat itu rasanya tidak enak, karena banyak sekali makanan sehat itu yang enak," katanya.
Sebelumnya, Badan Gizi Nasional (BGN) resmi memulai Program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada Senin (6/1). Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat (Humas) BGN RI Lalu Muhammad Iwan Mahardan saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin, menyampaikan bahwa prioritas pertama pemberian Makan Bergizi Gratis pada bulan Januari 2025, yakni para siswa sekolah.
Sebanyak 190 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau Dapur MBG siap beroperasi, yang tersebar di 26 provinsi, antara lain Aceh, Bali, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Riau, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, dan Papua Selatan.