Jakarta (ANTARA) - Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman memastikan bahwa optimasi lahan rawa yang dilakukan pihaknya selama ini tidak berada di kawasan hutan produktif.
Mentan menegaskan bahwa lahan rawa yang digarap untuk meningkatkan pertanian adalah rawa mineral, bukan lahan hutan produktif dan sebagian besar telah terolah meski dengan tingkat produktivitas yang masih rendah.
"Kalau yang rawa itu bukan. Itu rawa mineral yang sebagian besar sudah digarap, tetapi IP (Indeks Pertanaman)-nya satu kali, bahkan produktivitasnya 2 ton. Kami naikkan IP-nya menjadi tiga kali, kemudian produktivitasnya dari 3 ton menjadi, 5 ton, bahkan 7 ton," kata Mentan, di sela kunjungan kerja di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, sebagaimana keterangan diterima di Jakarta, Rabu.
Upaya optimasi lahan rawa dilakukan dengan meningkatkan IP dari sekali tanam menjadi dua bahkan tiga kali dalam masa tanam. Dengan begitu produktivitas padi juga meningkat.
Mentan menegaskan bahwa optimasi lahan rawa tidak berdampak buruk pada krisis iklim atau lingkungan, karena sektor pertanian yang dikelola tetap aman dan ramah lingkungan. Namun, dia tidak menyebutkan secara rinci dimana saja daerah lahan rawa yang dikelola tersebut.
Amran menyampaikan hal itu menanggapi pertanyaan awak media terkait adanya rencana Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni dalam memanfaatkan lahan hutan cadangan sebagai sumber ketahanan pangan, energi, dan air.
Selain itu, Mentan juga menyebutkan bahwa pihaknya mengolah lahan seluas 1 juta hektare di Kabupaten Merauke, Papua Selatan.
Di kawasan tersebut, Kementan membidik dapat menjadikan kawasan itu menjadi penopang untuk mencapai lumbung pangan dunia.
Sebelumnya, Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni mengungkapkan rencana besar pemerintah dalam memanfaatkan lahan hutan cadangan sebagai sumber ketahanan pangan, energi, dan air.
Menhut Raja Juli usai rapat terbatas di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (30/12), menjelaskan bahwa konsep baru ini akan menjadi dukungan langsung bagi program Kementerian Pertanian dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Kami sudah mengidentifikasi 20 juta hektare hutan yang bisa dimanfaatkan untuk cadangan pangan, energi, dan air," katanya.
Dalam pembicaraan informal bersama Presiden Prabowo Subianto serta Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, ia menyebut salah satu fokus utama adalah budi daya padi gogo, yaitu padi yang dapat tumbuh di lahan kering.
Menhut memperkirakan ada potensi sekitar 1,1 juta hektare lahan yang bisa menghasilkan hingga 3,5 juta ton beras per tahun. Jumlah ini setara dengan total impor beras Indonesia pada 2023.
Selain itu, pemerintah juga berencana menanam pohon aren sebagai sumber bioetanol.
“Satu hektare aren mampu menghasilkan 24 ribu kiloliter bioetanol. Jika kita menanam 1,5 juta hektare aren, kita bisa menghasilkan 24 juta kiloliter bioetanol, yang dapat menggantikan impor BBM sebesar 26 juta kiloliter,” katanya pula.
Ia mengatakan konsep ini akan mendukung ketahanan pangan nasional dengan memperluas food estate hingga ke tingkat desa.
“Ini bukan hanya food estate besar, tapi juga lumbung pangan kecil di kabupaten, kecamatan, bahkan desa,” katanya lagi.