Surabaya (ANTARA) - Kuasa Hukum Mantan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor, Mustofa Abidin mengklaim bahwa pihaknya memiliki catatan soal fakta persidangan berbeda dengan yang dibacakan majelis hakim.
Hal ini dikatakannya usai sidang perkara korupsi pemotongan insentif ASN Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo, dengan terdakwa Gus Muhdlor, di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, di Sidoarjo, Senin.
"Ada beberapa catatan yang tidak tepat, ada fakta persidangan yang berbeda dengan yang dibacakan majelis hakim," katanya.
Sejak awal pihaknya berkeyakinan bahwa jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak bisa membuktikan kesalahan Gus Muhdlor di persidangan.
Karena itu, pihaknya masih pikir-pikir dengan putusan hakim yang menjatuhkan vonis 4 tahun 6 bulan atas perkara ini.
"Kami masih pikir-pikir apakah melakukan upaya hukum (banding) selanjutnya atau tidak. Tapi Insya Allah kami punya materi untuk melakukan banding, kita masih diskusikan dengan terdakwa," ujar Mustofa.
Sementara itu, Gus Muhdlor divonis 4 tahun 6 bulan atas kasus korupsi pemotongan insentif ASN BPPD Sidoarjo. Putusan hakim tersebut jauh di bawah tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yakni 6 tahun 4 bulan.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana selama 4 tahun 6 bulan penjara," kata Ketua Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani.
Selain vonis kurungan penjara, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman denda kepada Gus Muhdlor sebesar Rp300 juta subsider 6 bulan penjara serta membayar uang pengganti sebesar Rp1,4 miliar.
Dalam pertimbangan hakim, kinerja Gus Muhdlor dalam membangun berbagai infrastruktur dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sidoarjo membuatnya mendapatkan keringanan hukuman.
Hakim menyatakan sejumlah pertimbangan yang membuat hukuman untuk Gus Muhdlor menjadi lebih ringan. Yakni, sebelumnya tidak pernah dihukum, berkelakuan baik, dan selama kepemimpinannya di Sidoarjo, Gus Muhdlor telah banyak berkontribusi untuk kemajuan daerah.
“Terdakwa telah berhasil membangun infrastruktur untuk Sidoarjo dan meningkatkan pendapatan daerah. Dari sebelumnya hanya Rp800 miliar hingga Rp1,2 triliun,” kata Hakim Ni Putu Sri Indayani.