Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Koordinator Migrant care Jember Bambang Teguh Karyanto berharap pemerintah membantu pekerja migran Indonesia Septa Kurnia Rini untuk mendapatkan hak-haknya setelah dipulangkan oleh majikannya dalam kondisi sakit hingga nyaris mengalami cacat fisik.
"Kalau melihat kasus itu, maka harus diletakkan bahwa korban merupakan warga negara Indonesia dan sudah ada regulasi yang diatur terkait hak-hak pekerja migran yang harus dipenuhi selama bekerja di luar negeri seperti gaji, asuransi dan lainnya," katanya saat dihubungi per telepon di Jember, Jawa Timur, Minggu.
Pekerja migran asal Jember Septa Kurnia Sari terpaksa dipulangkan oleh majikannya setelah mengalami koma selama sembilan hari di salah satu rumah sakit Singapura dan setelah sadar dari koma, kedua kaki dan tangannya menghitam hingga sulit untuk digerakkan.
"Pemerintah harus mengupayakan hak-hak korban bisa dipenuhi, terlepas dari soal prosedural dan tidak prosedural saat korban berangkat ke luar negeri karena harus diutamakan dari sisi kemanusiaan," tuturnya.
Ia mengatakan kondisi PMI Septa yang sangat memprihatinkan tersebut harus juga mendapat respon dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember untuk melakukan perawatan baik secara medis maupun pemulihan mentalnya agar kesehatan korban bisa berangsur-angsur membaik.
"Peristiwa yang dialami oleh PMI Septa bisa menjadikan sebuah pembelajaran bahwa perlu regulasi dan kebijakan di Jember untuk memberikan pelindungan kepada pekerja migran melalui sebuah peraturan daerah (perda)," katanya.
Menurut Bambang kehadiran Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding yang menjenguk Septa di Kabupaten Jember bisa menjadi momentum untuk mendorong lahirnya Perda tentang pelindungan PMI karena persoalan yang dihadapi pekerja migran sangat kompleks.
Sebelumnya Menteri P2MI Abdul Kadir Karding mengunjungi PMI Septa Kurnia Rini yang mengalami sakit tidak wajar setelah menjalani operasi di salah satu rumah sakit di Singapura.
Septa mengalami bengkak pada bagian tubuhnya dan awalnya hanya didiagnosa ringan oleh rumah sakit di Singapura, namun kondisinya semakin lama semakin memburuk dan akhirnya diputuskan harus operasi.
Setelah dilakukan serangkaian tindakan medis, Septa didiagnosis menderita Fournier Gangrene, yaitu pembengkakan dan infeksi di bagian genital, serta sudah mencapai tahap komplikasi yang menyebabkan gagal organ.
"Setelah menjalani operasi, saya koma selama sembilan hari. Kemudian kondisi kedua tangan dan kaki saya menghitam dalam keadaan terikat," kata Septa.
Majikan Septa kemudian memulangkannya melalui Batam pada 17 Oktober 2024 dan melanjutkan perawatan di sana, namun Septa meminta tolong kepada KBRI di Singapura untuk dipulangkan ke Jember.
Pemerintah diharapkan bantu pekerja migran Septa untuk dapatkan haknya
Minggu, 22 Desember 2024 16:15 WIB