Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Migrant Care Jember gencar melakukan sosialisasi untuk pencegahan Countering Violent Extremism (CVE) di tingkat komunitas terutama untuk calon pekerja migran Indonesia di wilayah desa buruh migran (desbumi) dan jaringan masyarakat sipil di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Kamis.
"Penyebaran ideologi ekstremisme berbasis kekerasan hingga kini terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Latar belakang keagaaman secara mayoritas menjadi tunggangan dalam penyebaran ideologi ektremisme," kata Koordinator Migrant Care Jember Bambang Teguh Karyanto di kabupaten setempat.
Menurutnya pekerja migran Indonesia rentan menjadi korban dan target dari kelompok ekstremis dan berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tercatat sepanjang tahun 2023 terdapat 94 pekerja migran dan 2024 terdapat 117 pekerja migran yang dideportasi akibat terpapar ekstremisme kekerasan.
"Menyikapi kerentanan pekerja migran Indonesia terpapar ekstremisme kekerasan, maka Migrant Care bekerja sama dengan BNPT dan BP2MI meluncurkan serangkaian alat advokasi mulai dari adanya modul pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan," tuturnya.
Modul itu digunakan bagi instruktur yang melakukan orientasi pra keberangkatan (OPP) yang akan digunakan di BP2MI hingga di tingkat komunitas dengan dibuatnya modul pencegahan ekstremisme di tingkat komunitas.
"Modul itu dibuat dengan harapan agar calon pekerja migran Indonesia mendapatkan pembekalan mengenai bahaya terpapar ekstremisme kekerasan selama bekerja dan sebelum bekerja untuk mengurangi angka perempuan pekerja migran Indonesia yang terpapar ekstremisme berbasis kekerasan," katanya.
Bambang mengatakan perlu dilakukan mitigasi agar para pekerja migran tidak menjadi sasaran jaringan radikalisme, sehingga perlu melibatkan banyak pihak dan multi sektor karena Migrant Care dan BNPT tidak bisa bekerja sendirian untuk mencegah ekstrimisme tersebut.
"Tren saat ini justru sasarannya adalah pekerja migran perempuan karena mereka sangat rentan mengalami diskriminasi dan
marginalisasi," ujarnya.
Untuk melakukan mitigasi dan pencegahan, lanjut dia, diperlukan serangkaian sosialisasi ke kantong pekerja migran melalui Desa Peduli Buruh Migran (Desbumi) agar semakin banyak calon pekerja migran, purna pekerja migran dan keluarga pekerja migran memahami bahaya ekstremisme kekerasan.
Sementara salah satu narasumber purna PMI asal Jember Dewi Srikandi menjelaskan bahwa alasan pekerja migran rentan terpapar ekstrimisme di antaranya karena keterbatasan lingkungan sosial, keterbatasan akses informasi, diskriminasi dan pengaruh lingkungan di sekitarnya.
"Tingkat pendidikan yang dimiliki pekerja migran juga terbatas dan rendah, sehingga mereka lebih mudah dipengaruhi dan rentan terhadap propaganda dan narasi yang mudah dipengaruhi karena jumlah PMI perempuan yang terpapar juga lebih banyak," katanya.