Surabaya (ANTARA) - Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Jawa Timur berharap Presiden Prabowo Subianto mengkaji ulang rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024).
“Kami meminta perhatian serius dengan mengirimkan surat resmi kepada Presiden RI terhadap salah satu sektor strategis di Jatim yaitu industri hasil tembakau (IHT) yang dihadapkan pada tekanan regulasi yang mencekik,” kata Ketua Umum Kadin Jatim Adik Dwi Putranto di Surabaya, Rabu.
Adik mengatakan, pihaknya mengirim surat kepada Presiden RI Prabowo Subianto yang di dalamnya menekankan pentingnya IHT sebagai salah satu pilar ekonomi di Jawa Timur karena mampu berkontribusi sekitar 60 persen terhadap total penerimaan nasional pada 2024.
Tak hanya itu, IHT Jatim turut mampu menyerap sekitar 85.000 tenaga kerja dan 1,5 juta buruh tani sehingga setiap regulasi yang diputuskan pemerintah harus mempertimbangkan berbagai pihak yang menggantungkan hidupnya dalam industri ini.
Adik menjelaskan, beberapa pasal yang perlu dikaji ulang dalam PP 28/2024 di antaranya terkait larangan berjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak serta larangan penempatan iklan di media luar ruang dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.
Baca juga: Kadin Jatim berperan aktif tingkatkan kualitas SDM lewat delapan TKDV
Selain itu, Kadin turut meminta Presiden Prabowo agar mengkaji ulang aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek pada Rancangan Permenkes.
Menurutnya, aturan-aturan itu akan berpotensi merugikan pelaku industri tembakau legal mengingat identitas merek dan logo telah mendapatkan sertifikasi Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) serta dilindungi hak intelektualnya oleh perundang-undangan.
Penerapan kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek juga berpotensi menurunkan daya saing IHT yang akan berpengaruh terhadap hilangnya dampak ekonomi, menurunnya penerimaan perpajakan, hingga ancaman PHK bagi tenaga kerja.
Bahkan kajian Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyebutkan, kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek berpotensi menghilangkan dampak ekonomi sebesar Rp182,2 triliun dan menurunkan penerimaan perpajakan hingga Rp95,6 triliun.
Dari sisi lapangan pekerjaan pun diprediksi terdapat lebih dari 1,2 juta tenaga kerja yang akan terdampak dari aturan ini.
“Aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek turut berpotensi mendorong menjamurnya rokok ilegal,” katanya.