Surabaya (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur Jairi Irawan akan fokus menyelesaikan masalah pendidikan yang sering dikeluhkan masyarakat.
Jairi menuturkan keluhan yang sering disampaikan oleh para orang tua sebenarnya bukan disebabkan oleh perbedaan kurikulum, melainkan oleh sistem zonasi yang telah diterapkan sejak 2017.
“Sistem zonasi ini menimbulkan ketidakmerataan kualitas pendidikan di berbagai wilayah. Masalahnya bukan pada kurikulumnya tetapi pada pemerataan kualitas guru dan fasilitas pendidikan di tiap daerah,” katanya di Surabaya, Kamis.
Untuk mengatasi permasalahan ini, Jairi mengusulkan dua langkah utama. Pertama, perlu ada pemerataan kualitas tenaga pendidik di seluruh satuan pendidikan di Jawa Timur.
Menurutnya, sumber daya manusia (SDM) Guru yang berkualitas harus tersebar merata, tidak hanya di sekolah-sekolah favorit di pusat kota.
“Guru berkualitas harus hadir di semua sekolah, termasuk di daerah pinggiran, agar setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan terbaik,” katanya.
Kedua, Jairi menyoroti pentingnya pemerataan fasilitas pendidikan di antaranya fasilitas seperti laboratorium, perpustakaan, dan infrastruktur sekolah lainnya harus memadai dan merata di seluruh wilayah.
“Kita tidak bisa berharap siswa mendapatkan hasil yang optimal jika sarana dan prasarana di sekolah mereka masih jauh dari kata layak,” ujar politisi partai Golkar ini.
Jairi menegaskan komitmen DPRD Jatim, khususnya Komisi E yang membidangi pendidikan, untuk terus mendorong pemerataan kualitas pendidikan di Jawa Timur.
Dirinya berharap ke depan pendidikan di provinsi ini bisa semakin maju dan berkualitas, serta mampu mencetak generasi yang kompeten dan siap bersaing.
“Kita semua punya tanggung jawab untuk memastikan setiap anak di Jawa Timur mendapatkan pendidikan yang layak dan setara, tanpa memandang di mana mereka tinggal. Pemerintah harus hadir untuk mengatasi kesenjangan yang ada,” tutur Jairi.
Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim fokus benahi pendidikan
Kamis, 24 Oktober 2024 18:26 WIB
Sistem zonasi ini menimbulkan ketidakmerataan kualitas pendidikan di berbagai wilayah. Masalahnya bukan pada kurikulumnya, tetapi pada pemerataan kualitas guru dan fasilitas pendidikan di tiap daerah