Surabaya (ANTARA) - Sebanyak 53 mahasiswi Fakultas Tarbiyah dari Universitas Darussalam (Unida) Gontor Ponorogo Jawa Timur, yang berada di Ngawi khusus untuk mahasiswi, mempelajari sistem pendidikan yang dikembangkan di Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya (MAS).
Dalam studi banding yang dipimpin Ustadzah Cela Petty Susanti dan Ustadzah Dini Rofiatul itu, puluhan mahasiswi itu diterima Rektor Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) MAS Dr Zainul Arifin, Kepala Bagian di Bidang Ijtimaiyah MAS H Gana Hascarya, Kepala MTs MAS Moh Jakfar M.HI, dan Kepala MI MAS M Chasan Ashari di Perpustakaan MAS, Senin.
"Al Quran menekankan pentingnya mencari ilmu sampai ke jenjang yang tertinggi, tapi jangan lupa pencarian ilmu itu dikaitkan untuk tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah," kata Dr Zainul Arifin didampingi Wakil Rektor STAI MAS, Azibur Rahman MAg.
Pembelajaran saat ini, kesiapan mencari ilmu hingga jenjang tertinggi dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah itu merupakan hal yang penting, apalagi di era digital saat ini yang proses pembelajarannya sangat berbeda dengan 10 tahun lalu.
"Tantangan pencarian ilmu yang dihadapi Generasi Z saat ini ada perlunya diimbangi dengan teknologi atau dengan aplikasi medsos, namun kesiapan mencari ilmu untuk mencari ridha Allah melalui pemanfaatan aplikasi itu jangan share ilmu yang meresahkan masyarakat," katanya.
Hal itulah yang diajarkan kepada 300-an mahasiswa di STAI MAS yang berdiri dengan nama Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin pada tahun 2017, lalu berubah menjadi STAI pada 2019 yang menempuh program studi yakni Ilmu Hadits, Tafsir Al Quran, Pendidikan Guru MI (PGMI), dan Ekonomi Syariah.
Sementara itu, Kepala MTs MAS Moh Jakfar M.HI, yang merupakan perintis "madrasah" di lingkungan MAS (KB/RA, MI, MTs), mengingatkan mahasiswi Unida dari Fakultas Tarbiyah itu untuk tidak bermimpi menjadi guru, melainkan bermimpi menjadi guru yang terbaik.
"Jangan mimpi jadi guru yang biasa tapi mimpilah jadi guru yang luar biasa, karena menjadi guru itu berbeda dengan menjadi dosen, karena guru itu mendidik anak yang belum jadi, atau mendidik karakter. Karena itu jadi guru itu jangan selalu bilang nggak bisa, tapi bilang saja selalu siap, Insya Allah nanti pasti menemukan solusi. Saya yang dari Syariah saja bisa, apalagi adik-adik dari Tarbiyah," katanya.
Kemudian, untuk mendidik karakter itu, MTs MAS bekerja sama dengan komite orang tua dan juga pihak lain seperti Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Menur-Surabaya. "Bukan soal kelainan jiwa tapi RSJ itu terkait proses psikologi tumbuh kembang anak," katanya.
Selain itu juga mengembangkan minat dan bakat siswa dengan ketrampilan tahfidz, kelas internasional (ICP), dan minat/bakat lainnya.
"Hari ini 7 Oktober kami menerima kedatangan Annabel Tongyoun -pembelajar Bahasa Inggris- dari London yang memotivasi siswa bahwa Bahasa Inggris itu mudah, asalkan berani berbicara pakai bahasa asing," katanya.
Dalam kunjungan itu, Annabel Tongyoun mengapresiasi siswa MTs MAS yang sudah mampu berbahasa Inggris.
"Pertanyaan dalam Bahasa Inggris yang diajukan cukup baik," kata Annabel Tongyoun.