Malang (ANTARA) - Tim 7 gelombang 2 pengabdian masyarakat oleh mahasiswa (PMM) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mendorong pemanfaatan sampah menjadi produk bernilai, yakni mengubah sampah plastik menjadi kursi ecobrick.
Ketua Tim 7 PMM UMM, Sandra Krisna Nugraha Putri menjelaskan ecobrick adalah inovasi sederhana yang memadatkan sampah plastik ke dalam botol plastik bekas hingga menjadi padat dan keras. Kemudian, dimanfaatkan sebagai bahan bangunan atau kerajinan tangan, dan proses pembuatan ecobrick mudah bisa dilakukan siapapun.
“Pertama, yakni mengumpulkan sampah plastik, seperti kantong kresek, kemasan makanan dan botol plastik yang tidak terpakai. Lalu, dibersihkan dan dikeringkan," kata Sandra di Malang, Jawa Timur (Jatim), Senin.
Baca juga: Prodi Komunikasi UMM jalin kerja sama dengan PT Volvo
Selanjutnya, dimasukkan ke dalam botol plastik bekas secara bertahap dan dipadatkan menggunakan alat, seperti kayu atau besi kecil.
Ecobrick tersebut bisa dijadikan bahan dasar untuk berbagai kerajinan tangan. Misalnya, dengan mengubahnya menjadi kursi untuk duduk atau kursi sederhana.
Adapun pembuatan kursi sederhana dengan ecobrick juga cukup mudah. Diawali dengan menyusun ecobrick yang direkatkan menggunakan lem, sehingga strukturnya jadi lebih stabil dan kokoh. Biasanya ecobrick bisa digabungkan secara vertikal maupun horisontal.
Setelah struktur dasar kursi terbentuk, bagian atasnya dilapisi dengan bahan yang lebih nyaman, seperti kayu ataupun triplek. Triplek dipilih, karena kekuatannya, ringan dan mudah dibentuk sesuai ukuran dan kebutuhan.
Alas triplek ini berfungsi sebagai penutup permukaan atas kursi yang memberikan kenyamanan saat digunakan. Triplek yang telah dipotong sesuai ukuran, kemudian ditempelkan di atas susunan ecobrick dengan menggunakan lem kayu atau paku kecil agar tetap kokoh.
“Meski sederhana, kursi ecobrick ini dapat digunakan di berbagai lokasi, baik di rumah, ruang publik, sekolah, taman, dan lainnya. Selain bisa mengurangi sampah dan bisa dipakai, kursi ecobrick ini juga bisa mendorong masyarakat untuk lebih memahami pentingnya daur ulang dan keberlanjutan,” kata Sandra.
Sandra dan timnya berharap pengabdian ini bisa menjadi motivasi bagi anak-anak muda lain untuk berkreasi. "Tidak hanya kreasi yang menguntungkan diri sendiri, tapi juga bermanfaat untuk masyarakat dan bumi," katanya.
Adapun dalam prosesnya, Sandra tidak sendiri. Ia dibantu Amanda Wijayati, Vina Habibah Camellia, Natasya Setyaning Maharani, dan Desinta Ayu Ramandani dengan bimbingan dosen, Rinaldy Achmad Roberth Fathoni, S. AB, MM.