Pamekasan (ANTARA) - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Petroliam Nasional Berhad (Petronas) menggelar survei Seismik 3D, yakni upaya pencarian cadangan migas di bawah permukaan bumi menggunakan gelombang seismik di laut pantai utara (Pantura) Pamekasan, Jawa Timur.
Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemkab Pamekasan Abdul Fata, di Pamekasan, Selasa, survei mulai 31 Agustus 2024 dan akan berlangsung hingga sekitar satu bulan.
"Karena itu, untuk sementara waktu para nelayan yang biasa melaut di sekitar lokasi yang disurvei diminta untuk tidak menangkap ikan atau berhenti," katanya.
Fata menjelaskan berdasarkan hasil pertemuan antara pihak SKK Migas, Petronas, Pemkab Pamekasan dan perwakilan nelayan beberapa waktu lalu, perusahaan Migas itu akan memberikan ganti rugi kepada para nelayan terdampak kegiatan tersebut, setelah kegiatan selesai.
"Jadi, para nelayan di pesisir Pantai Utara Pamekasan tidak perlu khawatir terkait hal ini, karena SKK Migas dan Petronas berjanji akan memberikan ganti rugi bagi para nelayan di sana," katanya.
Menurut data DKP Pemkab Pamekasan, wilayah perairan yang terkena dampak survei potensi migas meliputi Desa Tamberu Agung Kecamatan Batumarmar, Desa Batubintang, Kecamatan Batumarmar, Desa Blaban, Kecamatan Batumarmar, Desa Sotabar, Kecamatan Pasean, Desa Lesong Daja, Kecamatan Pasean, dan Desa Kapong, Kecamatan Pasean.
Sementara itu, pada pencarian cadangan migas ini, SKK Migas menggunakan tiga kapal, yakni satu kapal berukuran besar untuk kapal survei, dua lainnya kecil, yakni sebagai kapal pandu.
Survei seismik 3D kali ini tidak hanya dilakukan di laut Pantura Kabupaten Pamekasan, juga di tiga kabupaten lain di Pulau Madura, yakni Sumenep, Sampang dan Kabupaten Bangkalan.
Menurut Juru Bicara Petronas, Novian, selama proses pencarian titik migas itu, ketiga kapal tersebut akan bolak-balik dari ujung barat ke ujung timur laut pantura Madura atau dari Bangkalan ke Sumenep, dengan kecepatan 4 knot.
"Pada saat melintas, kapal ini membutuhkan satu hingga dua jam untuk melintasi satu kabupaten,” katanya.
Selain itu, kapal survei yang digunakan juga memuat kabel sensor dengan panjang sekitar 6 kilometer.
Akan tetapi, sambung dia, berdasarkan proses pencarian titik migas pada beberapa wilayah sebelumnya, kabel sensor itu tidak menyebabkan kematian atau kepunahan hewan dan biota laut yang dilewati. "Karena kabel sensor itu sifatnya pasif, jadi hanya menerima sinyal saja," katanya.