Madura Raya (ANTARA) - Program pengembangan masyarakat yang digagas Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) berupa konservasi alam di Desa Labuhan, Kecamatan Sepulu, Kabupaten Bangkalan, sejak 2014 melahirkan dua objek wisata.
Dua objek ekowisata tersebut adalah Taman Pendidikan Mangrove di Dusun Labuhan dan Taman Wisata Laut (TWL) di Dusun Masaran.
"Taman Wisata Laut Labuhan ini merupakan perjalanan panjang kami bersama sembilan warga yang berawal dari inisiasi PHE WMO untuk konservasi di pesisir pantai desa pada 2014," kata Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Payung Kuning, Moh Sahril di Bangkalan, Kamis (15/8).
Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore adalah operator dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Blok WMO yang wilayah operasinya terletak di sebelah Barat Daya Pulau Madura, Jawa Timur.
Sahril menjelaskan, TWL merupakan pengembangan dari Taman Pendidikan Mangrove, yang juga diinisiasi PHE WMO sebagai rangkaian program pengembangan masyarakat berkelanjutan di Desa Labuhan. Posisi TWL berada di sebelah barat dari Taman Pendidikan Mangrove, sekitar 500 meter.
Semuanya berawal pada 2013. Ketika itu, PHE WMO menganalisa keberadaan mangrove di pesisir pantai Desa Labuhan, kritis, dan selanjutnya berpotensi tinggi terkena abrasi laut. Sehingga, konservasi dinilai wajib dilakukan untuk mencegah abrasi.
Selanjutnya digagas program pengembangan masyarakat berupa rencana penanaman puluhan ribu bibit mangrove dan cemara laut untuk mencegah abrasi laut di sepanjang pantai di Desa Labuhan pada 2014.
Program tersebut menargetkan perbaikan kondisi mangrove di wilayah tersebut, dengan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan konservasi dan mencintai lingkungan, serta membangun sinergi bersama masyarakat dan para pemangku kepentingan lainnya.
Selain itu, juga ada keinginan menjadikan Desa Labuhan sebagai desa percontohan dalam menggerakkan kegiatan pendidikan berbasis lingkungan.
Program pengembangan masyarakat tersebut dimulai dengan "menyekolahkan" sepuluh warga setempat, salah satunya Sahril, di Mangrove Center Tuban (MCT) selama empat hari.
Mereka diajari dan dilatih bagaimana cara pembibitan, penyemaian, dan perawatan bibit mangrove serta cemara laut.
Setelah dari MCT, mereka bersama masyarakat merawat puluhan ribu bibit mangrove dan cemara laut yang ditanam secara bertahap di sepanjang pesisir pantai di Desa Labuhan.
Mereka juga melakukan edukasi untuk meningkatkan kesadaran warga setempat untuk peduli terhadap ekosistem laut. Tujuannya agar ikut serta menjaga bibit mangrove dan cemara laut tumbuh dengan baik.
Program sinergi itu sukses seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat. Inisiasi yang dilakukan PHE WMO untuk konservasi di kawasan pesisir pantai tersebut berbuah manis.
Kawasan tersebut menjadi hijau dan terwujudlah taman mangrove sebagaimana strategi besar ekowisata pesisir Desa Labuhan yang disusun PHE WMO.
Taman mangrove di Dusun Labuhan itu yang kemudian disiapkan menjadi objek wisata pada 2015 sebagai Taman Pendidikan Mangrove dan dikelola Kelompok Tani Cemara Sejahtera.
Taman Pendidikan Mangrove itu ditargetkan menjadi rujukan penelitian dan pusat pariwisata mangrove, yang juga diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat melalui wisata.
Kesuksesan tersebut membuat PHE WMO mengembangkan konservasi alam ke sisi barat dengan memperbaiki terumbu karang di perairan setempat, yakni di Dusun Masaran, pada 2017.
Inovasi konservasi tersebut berupa penanaman 80 kubah beton berongga berisi 480 fragmen karang untuk memperbaiki nilai kesintasan karang dan mencegah abrasi.
Karang yang ditanam itu memiliki rata-rata tingkat bertahan hidup mencapai 97 persen dan spesies ikan meningkat dari delapan spesies pada 2017 menjadi 36 spesies pada 2023.
Inovasi konservasi ke sisi barat itu yang menjadi cikal bakal objek wisata baru di pesisir Desa Labuhan, yakni Taman Wisata Laut (TWL) Labuhan.
Sahril menjelaskan, pihaknya tetap dilibatkan oleh tim PHE WMO ketika melakukan pengembangan konservasi alam ke sisi barat.
"Sejak itu pula, kami agak fokus ke sisi barat hingga membentuk Pokdarwis Payung Kuning pada 2018 sebagai pengelola TWL yang secara resmi beroperasi pada 2019," katanya.
Pokdarwis Payung Kuning yang diketuai Sahri terdiri atas 30 orang, semuanya warga setempat. Setiap hari, mereka ditugaskan secara bergiliran untuk melayani para pengunjung.
Untuk pembentukan hingga pembinaan bagi anggota pokdarwis, berkolaborasi dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangkalan.
Kawasan TWL Labuhan seluas delapan hektare. Di lahan darat terdapat jejeran pohon cemara laut, sehingga cocok untuk camping ground bagi wisatawan. Ada juga sejumlah wahana permainan anak, aula serba guna, dan tujuh pelaku usaha kecil menengah yang menjajakan aneka makanan dan minuman. Semua dikelola warga Dusun Masaran.
Selain itu, ada kelompok UKM yang disiapkan untuk menyediakan pesanan makanan dalam bentuk paket (catering) dan diatur terjadwal.
Sementara di lahan air (perairan) terdapat tracking circular atau jembatan kayu agar para pengunjung bisa melihat mangrove dari dekat dan rumah apung. Ada pula kawasan terumbu karang yang sementara ini diperuntukkan khusus untuk penelitian atau pengunjung khusus.
Para pengunjung biasanya minta difoto maupun foto sendiri di tracking circular tersebut dengan latar belakang mangrove maupun perairan.
Jumlah pengunjung ke TWL rata-rata seribu orang lebih per bulan, termasuk di dalamnya pengunjung khusus untuk melakukan penelitian, seperti mahasiswa dan dosen dari perguruan tinggi tertentu.
"Untuk pengunjung khusus (paket) harus reservasi dulu dan kami batasi maksimal tiga hari. Pembatasan ini harus kami lakukan, karena hingga sekarang peminatnya tinggi. Sementara fasilitas kami untuk bisa menampung pengunjung paket masih terbatas," katanya.
Sejak awal, TWL disiapkan sebagai kawasan wisata konservasi darat, laut, dan udara, edukasi untuk penelitian mangrove, terumbu karang, dan burung, serta pemberdayaan masyarakat.
Pengunjung khusus yang biasanya membawa peralatan dalam jumlah banyak bisa memanfaatkan fasilitas ruang serba guna dan rumah apung sebagai tempat pertemuan dan beristirahat.
Mereka biasanya memesan paket makanan selama berada di TWL. Ada pula yang membutuhkan tenda maupun perangkat pengeras suara dan menyewa kepada warga setempat.
Sahril menjelaskan, saat ini, pihaknya dan warga lain tinggal merawat dan mempertahankan buah dari program yang diinisiasi oleh PHE WMO yang selanjutnya berkembang dan mendapat dukungan dari pihak lainnya.
"Sinergi dan kolaborasi dengan PHE WMO dan para pihak lainnya tetap kami lakukan dan merupakan sebuah keniscayaan untuk mengelola potensi alam ini. Mempertahankan itu sering kali lebih sulit dibandingkan merintis atau memulai. Ini amanah sekaligus berkah bagi kami dan warga lainnya," kata Sahril.
Sementara itu, Analis Senior Formalitas dan Komunikasi SKK Migas Jabanusa, Dimas AR Pear menjelaskan, program pengembangan masyarakat merupakan salah satu kegiatan dari komitmen SKK Migas-KKKS untuk mendukung terciptanya pembangunan berkelanjutan.
Lokasi program pengembangan masyarakat berada di wilayah kerja atau operasional KKKS. Program pengembangan masyarakat melibatkan partisipasi warga setempat dan pemerintah daerah beserta jajarannya guna mendukung kelancaran industri hulu migas.
"Ada lima pilar program pengembangan masyarakat, yakni pendidikan, kesehatan, infrastruktur, ekonomi, dan lingkungan. Kegiatan teknisnya menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di wilayah kerja KKKS dan dalam rangka mendukung program pembangunan daerah," katanya dalam Workshop "Berkarya Jurnalistik untuk Publik" dalam Mendukung 22 Tahun Pengelolaan Industri Hulu Migas, beberapa waktu lalu.
Program konservasi PHE WMO di Bangkalan lahirkan objek wisata
Jumat, 16 Agustus 2024 14:13 WIB