Surabaya (ANTARA) - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwilkumham) Jatim mendukung Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (RUU Paten) segera disahkan.
"Kami sangat mendukung dan merasa terhormat karena dipercaya menjadi tuan rumah untuk membahas RUU Paten ini," ujar Kadiv Yankumham Kanwil Kemenkumham Jatim, Dulyono yang hadir sebagai peserta dalam Focus Group Discussion (FGD) pembahasan RUU Paten yang digelar di salah satu hotel di Surabaya, Kamis.
Dulyono yang hadir bersama Kadiv Administrasi Saefur Rochim mengatakan bahwa RUU Paten merupakan inisiatif dari Pemerintah sebagaimana tercantum dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2024.
"Kebijakan paten di Indonesia telah ada sejak zaman kolonial. Seiring berjalannya waktu, terdapat berbagai perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat terhadap pengaturan paten yang belum diakomodasi dalam norma yang terdapat dalam Undang-Undang (UU) Paten yang saat ini berlaku," kata Dulyono.
Oleh karena itu, lanjut Dulyono, ketentuan yang ada dalam pasal, ayat, atau huruf yang ada dalam UU Paten perlu disempurnakan.
"Sasaran pengaturan dalam RUU Paten adalah meningkatkan penyelenggaraan pelindungan dan pelayanan paten yang inovatif, responsif terhadap kebutuhan masyarakat, dan selaras dengan perkembangan hukum internasional khususnya di bidang kekayaan intelektual (KI)," tuturnya.
Dirjen Kekayaan Intelektual, Mien Usihen menjelaskan bahwa substansi pengaturan dalam RUU Paten akan mencakup isu-isu terkait dengan perkembangan inovasi, pembatasan invensi terkait program komputer dan invensi yang berupa temuan (discovery), batas waktu permohonan terhadap invensi yang dipublikasikan dalam kegiatan ilmiah, dan beberapa hal lainnya yang menjadi perhatian pemerintah.
"Sebagai penyempurnaan terhadap UU Paten yang berlaku saat ini, terdapat 22 norma penguatan dalam RUU Paten, di antaranya definisi invensi, penemuan yang bukan merupakan invensi, batas waktu publikasi paten, sampai dengan pengecualian dari tuntutan pidana dan objek gugatan perdata," ungkap Mien Usihen.
Selain beberapa aspek yang telah disebutkan, terdapat beberapa aspek lainnya yang memerlukan perubahan pengaturan, yaitu terkait isu inovasi. Salah satunya adalah perlunya kebijakan yang mengakomodasi invensi berupa pengembangan produk/proses yang terkait dengan sumber daya genetik.
"Kami juga telah melakukan pertemuan bersama dengan negara-negara anggota World Intellectual Property Organization (WIPO) terkait dengan keanekaragaman hayati. Pada kesempatan tersebut, Indonesia sebagai salah satu perwakilan dari 62 negara berkembang menyampaikan sikap tentang perlunya pengaturan mengenai sumber daya genetik," ucap Mien Usihen.
Di penghujung rapat tersebut, kata dia, akhirnya disepakati bersama sebuah instrumen hukum internasional terkait sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional terkait.
Pimpinan Panitia Khusus RUU Tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten DPR RI, Romo H.R. Muhammad Syafi'i mengatakan bahwa FGD ini diharapkan mampu menjadi media komunikasi yang efektif dan menghasilkan aturan yang partisipatif. Sehingga, dapat menghasilkan UU yang berkualitas dan membawa manfaat sebesar-besarnya untuk masyarakat.
"Tentunya kami berharap RUU ini mampu memberikan dampak positif bagia seluruh pemangku kepentingan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat," tuturnya.
Dalam FGD tersebut, Guru Besar Universitas Airlangga di Bidang Hukum Kekayaan Intelektual, Prof Nurul Barizah, memberikan materi substansi tentang semangat baru yang dituangkan dalam RUU Paten. Untuk memperkaya substansi UU, para peserta yang berasal dari Civitas Akademika dari 10 Universitas, Forkopimda dan Brida, Perwakilan Industri dan Konsultan KI diikutkan dalam proses diskusi.