Surabaya (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya membebaskan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) khusus rumah dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di bawah Rp100 juta.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Surabaya, Febrina Kusumawati dalam keterangannya di Surabaya, Rabu, mengatakan, kebijakan keringanan tarif tersebut diperuntukkan bagi 104.548 wajib pajak.
"PBB Rp0 alias gratis untuk NJOP Rp0-100 juta akan dinikmati 104.548 orang atau wajib pajak," kata Febrina.
Dia menyebut digratiskannya PBB untuk rumah dengan NJOP di bawah Rp100 juta merupakan bentuk afirmasi terhadap warga tidak mampu.
"Karena NJOP di bawah Rp100 juta tentu diasumsikan dimiliki oleh masyarakat berpenghasilan rendah," ucapnya.
Kebijakan itu merupakan penerapan Peraturan Daerah (Perda) Kota Surabaya Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang sudah berjalan sejak 1 Januari 2024.
Ratusan ribu wajib pajak yang memiliki rumah dengan NJOP di bawah angka tersebut tidak perlu lagi mengajukan permohonan keringanan PBB, karena secara otomatis akan dibebaskan dari pungutan pajak, atau gratis.
Dia berharap langkah ini bisa memberikan dampak pada kesejahteraan masyarakat, khusus yang masuk dalam kategori tidak mampu.
"Dengan adanya pengurangan PBB, masyarakat dapat mengalokasikan dana tersebut untuk kebutuhan lainnya. Itulah asumsi perhitungan kebijakan keringanan pajak ini," tuturnya.
Febrina juga menjelaskan di dalam Perda Nomor 7 Tahun 2023 juga ditetapkan keringanan PBB untuk NJOP yang nilainya di atas Rp100 juta.
"NJOP dengan nilai Rp100-200 juta dikenakan PBB sebesar 0,05 persen atau turun dibandingkan tarif tahun 2023 sebesar 0,1 persen, NJOP Rp200 juta-Rp1 miliar dikenakan PBB sebesar 0,1 persen. Adapun NJOP Rp1-2 miliar sebesar 0,15 persen tahun 2023 sebesar 0,2 persen.
Kemudian, kata dia, untuk NJOP dengan nilai Rp2-10 miliar dikenakan PBB sebesar 0,2 persen dan NJOP dengan nilai Rp10-50 miliar akan dikenakan PBB sebesar 0,25 persen yang di tahun 2023 sebesar 0,2 persen.
"Dan NJOP lebih dari Rp50 miliar akan dikenakan PBB sebesar 0,3 persen dari tahun 2023 sebesar 0,2 persen," ucapnya.
Dia menyebut penerapan tarif NJOP dengan batas nilai Rp2-10 miliar dan Rp10-50 miliar tetap menerapkan prinsip keadilan dalam pembangunan.
Bagi wajib pajak yang merasa tidak mampu membayar tetap dapat mengajukan pengurangan atau keringanan, dengan melihat kondisi terkini, diantaranya mengalami kebangkrutan, pensiunan, dan korban bencana alam.
"Melalui mekanisme tersebut, kami akan melakukan pendalaman sesuai ketentuan yang berlaku," katanya.