Surabaya (ANTARA) - Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Jawa Timur bersama DPW LDII Jawa Timur menggelar Training of Trainer (ToT) mengenai literasi digital dan bijak bermedia sosial.
Kepala Diskominfo Jawa Timur, Sherlita Ratna Dewi Agustin dalam keterangan tertulis di Surabaya, Minggu, mengatakan kegiatan bertema "Membangun Ruang Publik yang Sehat dan Peradaban Luhur Bangsa dengan Bijak bermedia Sosial" tersebut digelar di Aula Ponpes Sabilurrosyidin Annur, Surabaya, Jawa Timur.
"Kegiatan tersebut dihadiri 80 peserta perwakilan 38 DPD LDII Kota/Kabupaten se-Jawa Timur," katanya.
Ia mengemukakan, pengguna internet di Indonesia mencapai angka 79,5 persen sesuai data dari hasil survei Asosiasi Pengusaha Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2024.
Baca juga: Kominfo edukasi pelaku UMKM manfaatkan solusi teknologi digital
"Teknologi informasi memiliki dua sisi yang harus dipahami, satu sisi memberi manfaat dan sisi lain ada yang perlu diwaspadai," katanya.
Ia mengemukakan, mudahnya mengakses semua informasi melalui internet membuat masyarakat harus bijak menggunakan media sosial terutama mengantisipasi gempuran informasi hoaks.
"Kemampuan masyarakat Indonesia dalam mengenali informasi hoaks relatif masih rendah. Tingkat akses internet yang tinggi yang mencapai 80 persen, tapi literasi digital masih minim. Hal tersebut mengakibatkan gap yang tinggi di antaranya banyak masyarakat kita yang tidak mengenali apakah ini hoaks atau bukan," katanya.
Ia mengapresiasi DPW LDII Jawa Timur membantu mengedukasi para generasi muda bijak menggunakan media sosial serta literasi digital.
"Kami akan meningkatkan sinergisitas antara LDII dengan Diskominfo setempat, salah satunya dengan membuka peluang bagi para pemuda LDII untuk magang di Diskominfo Jawa Timur," tuturnya.
Ketua DPW LDII Jawa Timur KH Moch. Amrodji Konawi mengatakan, hadirnya media sosial di satu sisi memberikan manfaat di sisi lain memunculkan berbagai macam hal negatif, seperti mengalirnya berita hoaks.
Di samping berita hoaks, lanjut Amrodji, kebenaran saat ini dibentuk oleh persepsi bukan kebenaran berdasarkan fakta, atau disebut pula kebenaran baru (post truth).
"Karena kebenaran itu ada kebenaran yang memang kebenaran hakiki, juga ada kebenaran palsu. Kebenaran palsu ini yang diframing di media sosial sehingga sesuatu yang salah menjadi sebuah kebenaran," ujarnya.
Amrodji juga mengingatkan generasi muda agar lebih berhati-hati tentang ujaran kebencian (hate speech) di media sosial.
"Ini sesungguhnya jauh dari nilai-nilai Islam dan ini harus kita hindari. Belum lagi saat ini marak juga kasus judi dalam jaringan dan pinjaman dalam jaringan," ujarnya.